Aksi Boikot Produk Perancis dan Nasib Pengusaha Ritel Indonesia

Sejumlah negara di dunia tengah disibukkan dengan aksi pemboikotan terhadap produk-produk buatan Perancis. Hal tersebut terjadi setelah Presiden Perancis, Emmanuel Macron mengeluarkan pernyataan terkait karikatur Nabi Muhammad dan Islam merupakan agama yang mengalami krisis di seluruh dunia. Pernyataan tersebut menyinggung hati umat Muslim karena dinilai menghina Islam dan Nabi Muhammad. Tak sedikit pernyataan Presiden Perancis mendapat kritik hingga berujung pemboikotan produk Perancis dari sejumlah negara. Salah satunya negara Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam.

Mengutip dari wartaekonomi.co.id, pertumbuhan laju ekonomi yang melambat akibat pandemi semakin tertekan karena adanya aksi sweeping dan boikot produk-produk Perancis di toko ritel. Hal ini terjadi sebab aksi tersebut akan membuat penjualan di toko ritel khususnya pada penjualan sembako atau kebutuhan sehari-hari mengalami penurunan disebabkan pembeli sepi.

Produk atau merek dari negara Perancis sudah  banyak menyebar dimana-mana tak lain di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Januari hingga Juli 2020, total impor barang dari Perancis sebesar US$ 682 juta atau sama dengan Rp 9,5 triliun. Sedangkan produk yang diimpor dari negara Perancis seperti senjata dan peluru 282,029 kg senilai US$ 71,9 juta, dan pulp and waste paper 111,8 juta kg senilai US$ 45,9 juta.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey mengatakan salah satu penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia adalah konsumsi rumah tangga. Hal ini disebabkan Indonesia sampai saat ini masih menjadi negara konsumtif bukan negara pengeskpor. Katanya, konsumsi rumah tangga dari peritel telah menyumbang sekitar 57 persen dari total PDB Semester 1 2020 sebesar 1,26 persen. Adanya aksi sweeping dan boikot produk Perancis ditakutkan akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebab yang berdampak bukan hanya produk Perancis melainkan juga produk lainnya.

Pengusaha ritel khawatir bahwa pemboikotan produk Perancis akan berdampak negatif pada bisnis mereka. Pasalnya, target produk boikot adalah produk-produk yang umum di masyarakat, seperti produk Aqua, SGM, dan Garnier. Padahal, produk tersebut dikembangkan dan diproduksi di Indonesia, bukan di Perancis. Tentunya hal ini membuat para pengusaha ritel cemas produknya tidak terjual dan akhirnya akan kehilangan pendapatan. Lebih parah toko pengusaha ritel sampai gulung tikar disebabkan mengalami kerugian akibat aksi tersebut. 

Roy Nicholas Mandey menuturkan bahwa sektor usaha ritel di Indonesia menyerap tenaga kerja cukup banyak yakni mencapai 4,5 juta pekerja. Sehingga dapat dipastikan adanya aksi sweeping dan boikot produk Perancis secara berkelanjutan akan mengancam usaha ritel di tanah air. Bahkan, bisa sampai menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pegawai dan akhirnya berimbas pada daya beli serta ekonomi yang menurun. 

Selain itu, dampak ekonomi nasional juga akan terpengaruh karena setiap produk yang dijual dikenakan PPN dari negara. Jika pembeli turun maka PPN mengalami penurunan. Oleh karena itu, jika aksi boikot berdampak pada industri ritel, perpajakan juga akan mengalami penurunan. Roy menyebut aksi ini juga dapat membebani perekonomian terutama sektor perdagangan yang saat ini tengah diupayakan pemerintah supaya terjadi peningkatan dan kestabilan konsumsi rumah tangga sebagai kontributor PDB.

Mengutip dari cnnindonesia.com, Sekretaris Jenderal Aprindo, Solihin mengatakan pihaknya telah meminta peritel anggota Aprindo untuk sementara waktu menarik produk bertuliskan Made in Perancis, bukan produk asal Perancis tapi diproduksi di Indonesia, sampai keadaan terpantau kondusif. Hal ini dilakukan untuk menghindari aksi yang tidak menyenangkan di toko ritel seperti ancaman salah satu pihak yang akan membakar toko tersebut jika masih menjual produk asal Perancis. Namun, Aprindo tidak mempermasalahkan jika masih ada toko yang menjual produk asal Perancis karena penarikan ini hanya imbauan dari asosiasi. Kendati demikian, Aprindo tetap meminta petugas berwenang dapat berlaku tegas untuk menghindari pihak-pihak provokatif dan anarkis yang merugikan masyarakat dan pengusaha ritel.

Sebenarnya tidak ada larangan jika masyarakat ingin meyuarakan pendapatnya terkait pernyataan Presiden Perancis beberapa waktu lalu. Namun, ada baiknya jika hal tersebut dilakukan dengan cara yang baik dan tanpa bertindak anarkis. Sebab, jika aksi boikot ini terjadi secara berlarut-larut maka imbas utamanya adalah pada pengusaha ritel dan akhirnya berdampak juga pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.




Sumber Gambar: Sindonews

Penulis : Nela Aini Najah