Abu
Hamid Ahmad bin Muhammad al-Ghazali at-Thusi lahir di Tua (Meshed), sebuah kota
kecil di Khurusan (Iran) tahun 450 H (1058 M) dan meninggal 505 H (1111 M).
beliau di juluki Hujjatul Islam. sejak kecil Imam al-Ghazali hidup dalam
dunia tasawuf. Karya beliau antara lain: Maqasid al-Falasifah, Tahafut
al-Falasifah, Fazaih
al-Batiniyah wa Fazail al-Mustaziriyah, al-wasit, al-Basit, al-wajiz, al-Iqtisad
fi al-I’tiqad, Risalah al-Qudsiyyah, Qawa’id al-‘Aqaid, Jawahir
al-Quran, Bidayat al-Hidayah, a-Qistas al-Mustaqim, al-Arba’in fi Usul ad-Din,
Ihya’Ulum ad-Din, al-Munqiz min ad-Dalal, al-Mustasfa min ‘ilm al-Usul,
Iljam al-Awam ‘an ‘Ilm al-Kalam, dan karyanya yang terakhir
Minhaj al-‘Abidin.
Menurut al-Ghazali, uang ibarat cermin yang tidak
memiliki warna sendiri tetapi mampu mencerminkan semua warna (nilai atau harga
barang-barang komoditas yang lain). Al-Ghazali tidak menggunakan istilah
ekonomi, melainkan memilih istilah ‘ilm al-kasb, ‘ilm al-‘uqud dan iqtishad.
Kata iqtisad yang berasal dari kata qasada mempunyai arti “seimbang”
(equilibrium, balanced) dan tengah-tengah (in between). Dalam
al-Qur’an istilah iqtisad disebutkan sebanyak enam kali. Konsep ekonomi
al-Ghazali terkait erat dengan pandangannya terhadap eksistensi manusia sebagai
homo-economicus. Menurutnya, manusia dilahirkan dengan membawa naluri
untuk melakukan kegiatan ekonomi. Hal ini didorong akan upaya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya (al-isytigal ad-dunyawiyah), yaitu kebutuhan akan makan,
tempat tinggal dan pakaian.
Uang
menurut al-Ghazali adalah barang atau benda yang berfungsi sebagai sarana
mendapatkan barang lain. Dengan kata lain uang adalah barang yang disepakati
fungsinya sebagai media pertukaran (medium of exchange). Sedangkan teori
evolusi uang yaitu kurang memiliki
angka penyebut yang sama (lack of common denominator), barang
tidak dapat dibagi-bagi (indivisibility of goods), dan
keharusan adanya dua keinginan
yang sama (double coincidence of wants). Fungsi uang
antara lain: Qiwam ad-dunya, alat at-tabadul atau al-mu’awidah, dan sarana pencapaian tujuan dan untuk
mendapatkan barang-barang lain.
Dalam
padangan al-Ghazali para pelaku riba tergolong kedalam kelompok kufur nikmat.
Menurut Beliau ada dua macam riba: Riba fadl dan Riba nasi’ah. Pelarangan
Menimbun Uang (Iktinaz/Money Hoarding) menurut Al-Ghazali tujuan dibuatnya uang
adalah agar Ia beredar dalam masyarakat sebagai sarana dalam sebuah proses
transaksi dan bukannya untuk dimonopoli. Uang yang apabila ditarik dari sirkulasi
dan ditimbun oleh seseorang maka akan berdampak buruk bagi perekonomian, Sebab
dengan demikian jumlah uang beredar (JUB) akan berkurang. Larangan penimbunan
uang (kanz al-mal, money hoarding) terdapat dalam firman Allah: “Dan
barang siapa menimbun emas dan perak serta tidak membelanjakannya di jalan
Allah, maka berilah kabar kepada mereka akan siksa yang teramat pedih.”
(Q.S At-Taubah :34)
Al-Ghazali menyebutkan bahwa salah satu sumber pendapatan
yang halal adalah harta tanpa ahli waris yang pemiliknya tidak dapat dilacak,
sumbangan sedekah atau wakaf yang tidak ada pengelolanya.
Al-Ghazali menyarankan agar dalam memanfaatkan pendapatan
negara, negara bersikap fleksibel yang berlandaskan kesejahteraan. Teori
evolusi pasar menurut al-Ghazali, pasar berevolusi sebagai bagian dari “hukum
alam” segala sesuatu, yakni sebuah ekspresi berbagai hasrat yang timbul dari
diri sendiri untuk saling memuaskan kebutuhan ekonomi. Al-Ghazali bersikap sangat kritis terhadap laba
yang berlebihan. Laba normal seharusnya berkisar antara 5
sampai 10 persen dari harga barang.
Hierarki
produksi menurut al-Ghazali ada tiga: Industri dasar, aktivitas penyokong, dan aktivitas komplementer. Al-Ghazali juga lebih dahulu membahas tentang pembagian
kerja dalam mengoperasikan suatu lembaga keuangan dalam sebuah negara.
Party (Staff Media dan Jrnalistik ForSHEI 2015)