Tarif Ojol Naik! Apa Masih Diminati?

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) resmi memutuskan untuk menaikan tarif ojek online (ojol). Dalam menaikan tarif ojol tersebut, Kemenhub mempertimbangkan beberapa hal yaitu kenaikan Upah Minimum Regional (UMR), asuransi pengemudi, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Rincian tarif baru ojek online mulai berlaku pada tanggal 10 September 2022. 

Lalu dilansir dari KOMPAS.com Hendro Sugiarto selaku Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub melalui konferensi pers secara virtual, Rabu (7/9/2022). Menanggapi keputusan menteri bahwasannya pedoman perhitungan biaya jasa ojek online telah ditetapkan sejak tahun 2019 Nomor KP 248 tahun 2019 yang diubah menjadi KP 548 Tahun 2022. Yang dibagi dalam 3 zona yaitu Untuk zona pertama, tarif batas bawah ojol sebelumnya Rp1.850 menjadi Rp2.000 atau naik 8 persen dan tarif batas atas sebelumnya Rp2.300 menjadi Rp2.500 atau naik 8,7 persen. Sementara, tarif minimal ditetapkan sebesar Rp8.000 sampai Rp10 ribu. Zona ini meliputi Sumatera, Bali, dan Jawa Untuk zona kedua, tarif batas bawah naik sebelumnya Rp2.250 menjadi Rp2.550 dan batas atas naik sebelumnya Rp2.650 menjadi Rp2.800. Tarif minimal untuk zona dua adalah Rp10.200 sampai Rp11.200. Zona ini meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek. Untuk zona ketiga, tarif batas bawah naik dari Rp2.100 menjadi Rp2.300 dan tarif batas atas naik dari Rp2.600 menjadi Rp2.750. Tarif minimal untuk zona ketiga adalah Rp9.200 sampai Rp11.000. Zona ini meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. 

Adanya isu terhadap kenaikan tarif ojol tersebut, maka Indonesia akan diprediksi mengalami peningkatan inflasi, penurunan Produk Domestik Bruto (PDB), hingga pertambahan jumlah penduduk miskin dan berakibat memiliki efek rambatan terhadap kenaikan barang-barang yang lain. Berdasarkan penghitungan melalui data, maka dilansir dari katadata.co.id menurut Nailul Huda selaku Ekonom Indef mengatakan bahwasannya kenaikan BBM yang diikuti dengan kenaikan tarif ojol berpotensi mendorong inflasi lebih tinggi. Dan ada beberapa skenario dalam hitungan-hitungan inflasi yang akan terjadi. Jika tarif baru ojol menaik yaitu memicu kenaikan inflasi hingga 2% maka kondisi ini akan mengurangi PDB hingga Rp 1,76, lalu mendorong kenaikan terhadap inflasi nasional hingga 0,5%, maka pengurangan PDB diprediksi Rp 436 miliar, upah tenaga kerja turun 0,0006%, potensi penurunan jumlah tenaga kerja 869 jiwa dan kenaikan jumlah penduduk miskin juga relatif terbatas dengan 0,04%. 

Menurut Faisal Rachman selaku Ekonom Bank Mandiri mengatakan bahwasannya setiap kenaikan tarif kendaraan ojol sebesar 10% akan memberi andil inflasi 0,04-0,06 poin persentase. Adapun kenaikan tarif kendaraan roda empat online sebesar 10% memberikan andil 0,02-0,04 poin persentase ke inflasi tahun ini, maka dapat memperkirakan jika inflasi secara keseluruhan akan naik menjadi 6,27% pada akhir tahun ini, naik dari perkiraan awal 4,35% sebelum ada kenaikan harga BBM. Ini sudah menghitung andil inflasi dari kenaikan tarif ojol akibat kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah mulai 3 September lalu.  

Menurut Bhima Yudhistira sebagai Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) mengatakan bahwasannya kenaikan tarif ojol akan menyebabkan inflasi dari sektor transportasi melonjak. Sektor transportasi pada bulan lalu mencatat inflasi 6,62%, salah satu yang tertinggi dibandingkan sektor lainnya. Bisa diperkirakan bahwa inflasi secara umum tahun ini akan melonjak ke kisaran 7%-7,5%. Ini merupakan kombinasi dari kenaikan harga-harga lain, termasuk kenaikan tarif ojol. Dan pemerintah harus berhati-hati dalam mendesain kebijakan tarif ojol. Kenaikan tarif idealnya memang bisa membantu meningkatkan pendapatan driver ojek, tetapi juga akan beresiko menjadi musibah bagi Indonesia itu sendiri. Adanya tarif yang mengalami kenaikan, maka bagi konsumen akan kaget dan mencari alternatif transportasi lain. Oleh karena itu, bahwa kenaikan tarif tersebut sebetulnya tidak berkorelasi dengan naiknya pendapatan driver. Namun seiring mobilitas masyarakat menggunakan ojol bisa menurun terhadap biaya hidup lainnya yang makin mahal.

Di samping itu, menurut Igun Wicaksono selaku Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia mengatakan bahwasannya terkait kenaikan tarif ojek online harus mempertimbangkan aturan Pertamina terkait harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pasalnya faktor utama dari komponen tarif ojol adalah BBM. Saat ini, harga BBM jenis Pertalite yang biasa digunakan para mitra pengemudi ojol memang belum mengalami perubahan. Namun Pertamina menyebutkan bahwa adanya pembatasan pembelian BBM jenis Pertalite, Maka hal ini berdampak pada para mitra pengemudi ojol, baik itu dalam segi pendapatan dari pengemudi ojol. 

Jika melihat dari segi bentuk dalam industri dari transportasi online, termasuk ojol tersebut, itu dinamakan multisided-market dimana ada banyak jenis konsumen yang “dilayani” oleh sebuah platform. Bukan hanya dari sisi mitra driver saja, namun juga dari sisi konsumen akhir/penumpang dan pelaku UMKM (mitra penjual makanan-minuman). Dengan adanya permintaan industri bersifat elastis, maka sudah pasti mitra driver yang akan rugi karena secara total pendapatan akan menurun dan sudah pasti dari sisi konsumen penumpang mengalami penurunan permintaan, sesuai menurut hukum ekonomi.

Penulis : Fariz Adhica Prasetyo (Kader Forshei 2021)