Why We Choose Islamic Banking?

Oleh: Muhammad Saddam 
(Presidium Nasional V FoSSEI Universitas Brawijaya)
Make a choice, atau membuat pilihan, adalah hal tersulit tapi kadangkala menjadi hal mudah yang selalu dihadapi manusia. Hal tersebut adalah problem utama dari seorang manusia. Sehingga untuk membahas panjang masalah pilihan ini, para filsuf Yunani membuat suatu ilmu yang dinamakan oikonomea atau bahasa modernnya disebut ekonomi. Ekonomi berasal dari kata oikos dan nomos yang mewakili kata pengaturan dan tumah tangga. Mengapa kiranya para filsuf yunani klasik membuat suatu ilmu yang isinya adalah tentang pengaturan rumah tangga?. Menurut saya adalah agar tiap-tiap pilihan dan potensi yang ada atau yang menimpa manusia bisa diatur sehingga mendatangkan maslahat bagi dirinya dan tidak menimbulkan kerugian bagi dirinya.
Zaman terus berlanjut, Manusia dengan segala kemampuannya semakin menciptakan pilihan-pilihan atau peluang-peluang yang akan memberikan kemasalahatan bagi dirinya. Sehingga perjalanan ilmu ekonomi pun semakin berkembang mengikuti zaman dan ego manusia itu sendiri. Ekonomi yang saat ini kita fahami dengan berbagai macam kaidahnya adalah bentuk dari proses perenungan manusia itu sendiri untuk memenuhi dan memaksimalkan pilihan yang dipilih. Doktrinnya adalah pilih yang paling menguntungkan untuk diri sendiri atau dalam prinsip ekonomi modern bunyinya adalah sebagai berikut ” dengan modal tertentu mendapatkan keuntungan yang maksimal atau sebesar-besarnya”.
Pertanyaannya adalah, tepatkah prinsip dan doktrin di atas?. Hemat penulis ini bukan masalah tepat atau tidak tepat,  Tapi bagaimana memaknai doktrin itulah yang kiranya kita perlu kaji lebih mendalam. Karena ini sekali lagi menyangkut tentang pengaturan rumah tangga Individu yang simple pada zaman dahulu kepada pengaturan rumah tangga individu yang menjadi kompleks. Apalagi status individu itu adalah sebagai manusia yang oleh filsuf yunani disebut sebagai zoon politicon. Individu yang tidak akan pernah sendiri dan akan selalu tergantung dengan individu lainnya.
Saya akan ajak anda untuk melihat bagaimana individu yang kemudian berhimpun menjadi kelompok dan berhimpun lagi menjadi suatu negara memaknai doktrin tersebut dengan cara yang berbeda dan bagaimana dampaknya bagi kehidupan. Saya akan memaparkan tiga periode zaman pada suatu sistem yang sama.
Periode pertama adalah periode Nabi Muhammad dan empat khalifah sesudahnya, dalam keyakinan Agama Islam seorang muslim tidak boleh menjadi orang yang merugi dan harus selalu untung. Bisa dilihat dalam surah Al Ashr, periode pertama memaknai untung rugi berdasarkan surah Al Ashr yang secara jelas menggambarkan seperti apa individu yang untung itu. Sehingga pada periode pertama ini, pengaturan rumah tangga relatif cukup stabil utamanya pada saat dipimpin oleh dua khilafah yang pertama. Adapun pada dua khilafah yang terakhir juga stabil namun mengalami banyak fitnah yang digencarkan oleh musuh negara. Walaupun demikian, kestabilan rumah tangga atau ekonomi secara internal tetap stabil.
Periode kedua adalah zaman Umayyah, fase kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz. Pada periode ini yang berjalan sangat singkat namun memberikan kestabilan ekonomi yang sangat baik. Para sejarawan mengatakan bahwa tidak ada individu yang mau menerima zakat dan kondisi keuangan negara naik hampir 200% dibanding periode sebelumnya.
Nah anda sudah melihat bagaimana doktrin yang sama namun beda hasilnya bukan?coba kita renungi mengapa dokrin itu bisa mengakibatkan hasil yang berbeda?. Lantas bagaimana dengan kondisi modern saat ini?
Sistem ekonomi yang ada dalam kurun waktu tahun 1900-2000 ini relatif menggunakan asumsi yang sama namun memasukkan varibel-variabel yang berbeda. Sebagai contoh kurun waktu 1900-1920an variable pemerintah sebagai bagian dari ekonomi hanya sebatas sebagai pengawas tanpa intervensi, kemudian terjadilah krisis yang hebat sehingga kurun waktu 1920-1999 menjadikan pemerintah sebagai variable penting dalam intervensi perekonomian. Dalam kurun waktu itu pula terjadi naik turun kondisi ekonomi, atau yang biasa disebut siklus krisis ekonomi pun demikian yang terjadi di Indonesia.
         Krisis hebat pada Tahun 1998 seakan menjadi saksi bagi munculnya doktrin ekonomi yang telah lama terpendam. Ada lembaga keuangan yang tidak ikut terlibas oleh krisis karena bank tersebut memakai pemaknaan doktrin ekonomi sebagaimana yang dilakukan pada periode pertama dan ketiga dalam cerita saya diatas, atau secara gamblang dikatakan inilah lahirnya era ekonomi Islam jilid II. Kajian-kajian pada decade terakhir melahirkan suatu kesimpulan bahwa sistem ekonomi Islam yang saat ini banyak disebut ekonomi syariah adalah sistem yang mampu menyelamatkan manusia dari segala kondisi keterpurukan.
        Kondisi ini diperkuat dengan bank yang mampu bertahan disaat krisis tersebut. Temuan ini kemudian menginspirasi banyak pihak yang akhirnya berdampak pada pesatnya kemajuan aplikasi ekonomi Islam, yang saat ini banyak diwakili oleh Lembaga keuangan syariah baik bank maupun Non bank. Namun yang sekali lagi yang perlu diperhatikan adalah, pemaknaan terhadap doktrin itu sendiri.
           Bank syariah atau Bank Islam hadir sebagai bagian dari ikhtiar untuk mewujudkan pemaknaan ekonomi sebagaimana yang terjadi pada periode I dan III. Ikhtiar itu tidak “simsalabim” langsung terwujud. Dibutuhkan sokongan dari individu yang juga memaknai ekonomi sebagaimana yang diharapkan. Karena, jika tidak dimaknai dengan sempurna, ikhtiar ini akan berhenti di tengah jalan. Hanya menyandang nama saja tapi hakikatnya jauh sekali. Ini sebagaimana yang terjadi pada periode ketiga.
Maka, kehadiran bank Islam ini dengan segala maksud dan hakikat utamanya harus difahami secara menyeluruh, tidak parsial sebatas akad saja atau hitung-hitungan keuntungan. Tapi jiwa dan ruh individu yang terlibat, baik manajemen maupun nasabah adalah memang ingin menyelamatkan kehidupan. Jika ini mampu dijalankan, maka ekonomi Islam melalui Bank Islam akan menjadi trend dan menjadi new lifestyle.
So, why you choose Islamic banking?