RESI GUDANG KENAPA TIDAK ?



Kita sadari bahwa Negara Indonesia sampai saat ini belum mampu keluar dari krisis multi dimensi sejak pertengahan tahun 1997. Belum saja keluar dan mengakhiri hal tersebut, di depan sudah terbentang sesuatu hal yang baru yaitu globalisasi. Fenomena globalisasi itu datang dan membawa masalah yang besar seperti pasar bebas. Dengan demikian hal tersebut harus kita akui, kita tidak bisa mengargumenkan bahwa kita harus pro ataupun kontra, akan tetapi yang harus kita lakukan adalah bagaimana berfikir aktif dan kreatif menganggap akan banyaknya peluang yang harus diraih untuk kesetabilan perekonomian demi kemakmuran Negara kita.
Memahami lebih lanjut, hal-hal yang harus kita cermati dan ketahui adalah dimanakah letak yang strategis dan paling dekat dengan peluang-peluang terhadap globalisasi yang ada. Tentu para ahli ekonom baik ekonomi islam maupun ekonomi konvensional mengetahui, dan jawabannya adalah sektor perntanian. Mengapa? Karena pada realita yang ada bahwa lebih dari 50% ekspor impor di pegang oleh lahan pertanian.
Indonesia memiliki potensi sumber daya dan dukungan ekosistem yang sangat besar, yaitu luas baku sawah 8,23 juta hektar dan wilayah territorial laut seluas 5 juta kmmenunjukan bahwa Indonesia adalah suatu Negara agraris dan maritim terbesar di dunia.(www.investordaily.com) Hal semacam ini seharusnya Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk menjadi Negara yang bukan saja dapat berswasembada pangan, tetapi juga dapat menjadi pengekspor utama berbagai produk dan jasa yang berasal dari industri pertanian, perkebunan dan perikanan termasuk bahan pangan, papan, sandang obat-obatan, kosmetik, bioenergy, agrowisata/ ekowisata/ wisata bahari, dan bahan-bahan baku untuk berbagai industry hilir. Ini semua merupakan mutlak diperlukan bagi kehidupan manusia.
Soal pertanian terdapat beberapa hal-hal yang perlu disampaikan yang menyebabkan pertanian Indonesia tidak maksimal yaitu kurangnya perhatian dari pemerintah guna meningkatkan kualitas hasil petani dan kerugian petani karena permainan harga. Selayaknya pemerintah harus selalu memantau kualitas hasil petani Indonesia, pemerintah harus memberikan dukungan sarana, prasarana, serta segala kelebihannya termasuk potensi SDM dan akses ke pasar baik nasional maupun global. Khususnya komoditi pertanian Indonesia bila ingin bersaing dengan negara-negara lainnya haruslah  meningkatkan kualitas yang baik, karena dengan faktor meningkatkan kualitas ini akan menarik para investor untuk datang ke Indoneisa.
Hal lain yang di hadapi petani yaitu kerugian atas harga. Kesejahteraan petani selama ini dibatasi karena adanya kebijakan harga atap dan harga dasar, yang menyebabkan nilai tukar mereka mengalami kerugian. Apalagi menjelang era perdagangan bebas, sektor pertanian harus mampu bersaing di tingkat global. Yang di persoalkan lagi dapatkah petani bebas menikmati kesejahteraan dengan dibebaskannya harga dan mampukah sektor pertanian dalam kerangka ekspor menjadi andalan sumber pertumbuhan ekonomi baru Indonesia.
Dalam media online Investor Daily.com “JAKARTA Senin, 8 Juli 2013. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan menyatakan akan di bukanya sistem resi gudang, keberadaan sistem resi gudang memberikan beragam manfaat baik bagi petani, lembaga keuangan, pelaku usaha maupun perekonomian daerah/nasional. Melalui sistem resi gudang, petani tidak harus menjual komoditasnya saat panen. Namun, komoditas hasil panen tersebut dapat disimpan terlebih dulu di dalam gudang, dan menjualnya di kemudian hari ketika harga komoditas menjadi lebih baik”.(www.investordaily.com) Proses seperti itu yang akan nantinya disebut perdagangan komoditi berjangka dan berkaitan dengan pasar bursa komoditi.
Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) atau Jakarta Future Exchange (JFX)  merupakan fasilitator dalam pasar bursa dimana salah satu visinya yaitu memfasilitasi kebutuhan lindung nilai “Headging” yang efisien dan merespon arus globalisasi dengan tetap mengutamakan perekonomian dalam negeri.
Dalam media online Investor Daily.com JAKARTA Selasa, 11 Januari 2011. “Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange/JFX) akan menggenjot kenaikan volume transaksi multilateral secara bertahap dalam tiga tahun ke depan. Peningkatan volume transaksi bertujuan agar pembentukan harga di JFX dapat dijadikan acuan harga komoditas internasional pada 2012-2013. Tahun ini, JFX menargetkan peningkatan total volume transaksi multilateral naik 10% mencapai enam juta lot atau 1.000 lot per hari, dibandingkan realisasi 2010 sebanyak 5,41 juta lot. Pada 2012, transaksi multilateral ditergetkan naik menjadi dua ribu lot per hari dan 2013 menjadi tiga ribu lot per hari”.(www.investordaily.com)
Ini menggambarkan JFX akan mencoba menarik perhatian negara dunia bahwa pembentukan harga JFX menjadi harga referensi komoditas internasional, dan ini membuka peluang komoditi-komoditi yang ada di Indonesia untuk di ekspor terhadap permintaan Negara lain.Sehingga pengurangan nilai impor dan peningkatan nilai ekspor terpenuhi apalagi setelah adanya kerjasama bilateral atau APEC yang di selenggarakan di nusa dua bali oktober 2013 kemarin guna menghadapi pasar bebas 2015.
Mekanisme resi gudang diharapkan bukan hanya menjadi alternative tetapi harus bias menjadi solusi bagi kebimbangan hati petani yang sering kali gunda menjelang musim panen. Dengan system lindung nilai harga komuditas petani tidak akan turun tetapi  cenderung stabil sehingga petani Indonesia bias merasakan betul apa itu PANEN. (ARIE PRIBADI)