Ijaroh, Jualan dan Sharf serta Pegadaian Syariah dan Reksada Syariah

Senin, 06/11-Forum Studi Hukum Ekonomi Islam (forshei) UIN Walisongo Semarang kembali mengadakan kegiatan rutin yaitu diskusi  primer yang merupakan salah satu program kerja bidang kajian dan penelitian. Diskusi dimulai pukul 15.30 dan berakhir pukul 17.45 WIB. Tempat pilihan bagi para kader untuk berdiskusi adalah taman kecil di samping Auditorium II kampus III UIN Walisongo Semarang. Kajian yang tidak hanya untuk membahas soal-soal ekonomi namun dengan adanya kumpul seperti diskusi ini membuat rasa kekeluargaan dalam forshei tetap terjaga. Dalam diskusi hari ini dihadiri oleh kader 2016-2017. Adanya diskusi ini bertujuan untuk mengembangkan mental kader dalam mengemukakan pendapat dan melatih berpendapat secara sistematis dan logis. Untuk kader 2017 agar lebih menambah pemahaman tentang beberapa praktek ekonomi Islam maka diskusi diambil tema “Ijaroh, Jualah dan Sharf”. Sedangkan untuk kader 2016 sudah memasuki muamalah kontemporer dengan tema “Pegadaian Syariah dan Reksadana Syariah”.

Diskusi dibuka dengan membaca surat al-Fatihah. Pada diskusi kader 2017 membahas Ijaroh, Jualah dan Sharf. Secara etimologi, ijaroh semakna dengan itsabah yang berarti penyewaan, yaitu memberi upah atau balasan. Misalnya, saya mengupahnya satu mud atau sebagainya, artinya saya memberi balasan. Sedangkan secara terminologi, artinya kepemilikan manfaat dari orang lain dengan memberikan balasan kepadanya. Benda yang boleh disewakan adalah semua yang dapat dimanfaatkan dengan tidak mengurangi zatnya, maka sah untuk disewakan selama tidak kontradiksi dengan larangan agama. Disyariatkan agar benda yang disewakan diketahui dengan jelas. Rukun ijaroh yang pertama, aqidaini atau dua orang yang berakad yaitu mu’jir (orang yang menyewakan) dan musta’jir (orang yang menyewa). Keduanya harus baligh, mumayyiz, berakal, saling meridhai, mampu mengendalikan harta (tasharuf) juga kedua belah pihak mengetahui jelas manfaat barang yang diakadkan. Kedua, ujrah (biaya) sewa harus diketahui dengan pasti oleh kedua belah pihak. Ketiga, sighat (ijab dan qobul) berupa pernyataan kedua belah pihak dalam berakad baik lisan maupun tulisan. Keempat, ma’jur (objek yang diakadkan manfaatnya). Objek harus diketahui dengan jelas manfaat, bentuk, sifat, tempat hingga waktu batas sewanya. Ijaroh terdapat dua macam yaitu ijaroh ‘ala al-manafi’, ijaroh yang objek akadnya adalah manfaat suatu barang, artinya berkaitan erat dengan sewa barang. Contoh sewa-menyewa mobil, motor dan lain-lain. Dan ada ijaroh ‘ala al-a’mal, ijaroh yang objek akadnya jasa atau pekerjaan yang dibagi menjadi dua ajir khas (pekerja yang bekerja secara individual, mereka menyerahkan diri sesuai waktu yang telah disepakati) seperti pembantu, tukang kebun dan lain-lain. Dan ajir musytarak (pekerja yang diberi upah sesuai profesinya bukan penyerahan diri) seperti pengacara, guru privat dan lain-lain. Ketika masa sewa berakhir musta’jir harus mengembalikan barang yang disewa kepada mu’jir. Jika barang tersebut bergerak mobil misalnya, maka tidak boleh ada kerusakan atau cacat sesuai dengan kesepakatan awal saat akad. Jika barang tersebut tidak bergerak tanah misalnya, maka tanah tersebut harus kosong dari tanaman milik musta’jir. Penyebab berakhir dan batalnya ijaroh karena terdapat cacat pada barang yang disewakan ketika barang berada pada tangan penyewa seperti rumah yanag disewakan bocor, terpenuhinya manfaat sewa atau selesainya masa sewa, salah satu pihak (aqid) meninggal dunia. Selanjutnya pembahasan jualah. Jualah secara etimologi dipakaikan untuk sebutan bagi upah yang diberikan pada seseorang atas sebuah pekerjaan. Secara terminologi bermakna komitmen untuk membayarkan upah dalam jumlah tertentu atas sebuah sebuah pekerjaan tertentu. Syariat Islam membolehkan akad jualah karena tidak bisa dipungkiri bahwa manusia butuh pada akad jualah, seperti mencari barang hilang karena sifat tugas dalam jualahpun kadang-kadang umum tidak bisa diberlakukan hukum ijaroh. Rukun jualah pertama ada ja’il dengan syarat pemilik langsung dari barang atau tugas yang diupahkan serta harus baligh, berakal dan punya hak tasharuf. Kedua, amil, pihak yang berhak atas upah yang telah dijanjikan dari pihak pertama. Ketiga, shighot (ijab dan qobul), qobul yang muncul dari amil namun tidak disyaratkan berbentuk lafadz, cukup baginya mengerjakan tugas jualah maka sudah dihitung sebagai qobul. Keempat tugas, tugas yang diterima amil dari pihak pertama. Kelima al-ju’lu yaitu sejumlah bayaran yang telah disepakati oleh pihak pertama. Pembahasan ketiga yaitu sharf. Sharf adalah mempertukarkan mata uang dengan mata uang, yang dimaksud dengan mata uang disini adalah emas, perak, dan mata uang sebuah negara baik uang kertas maupun uang logam. Sharf hukumnya mubah bila syarat-syaratnya terpenuhi. Sharf bisa dibagi menjadi dua bentuk. Pertama, mempertukarkan mata uang yang sejenis, seperti menukar uang rupiah dengan pecahan rupiah yang lebih kecil. Syarat yang harus dipenuhi ada dua macam yaitu jumlahnya harus sama dan serah terima harus dilakukan tunai. Kedua, mempertukarkan mata uang yang berlainan jenis, seperti menukar mata uang rupiah dengan mata uang real Saudi, hanya disyaratkan serah terima berlangsung sebelum berpisah dari majlis akad dan tidak disyaratkan jumlahnya sama. Maka diperbolehkan jumlah keduanya berbeda sesuai dengan kurs (nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya) pasar yang berlaku atau yang telah disepakati. Kenaikan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang asing. Sedangkan penurunan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut depresiasi atas mata uang asing. Kemudian menurut Madura (2003:111-123), untuk menentukan perubahan nilai tukar antar mata uang suatu negara dipengaruhi oleh beberaa faktor yang terjadi di negara yang bersangkutan yaitu selisih tingkat inflasi, selisih tingkat suku bunga, selisih tingkat pertumbuhan GDP, intervensi pemerintah di pasar valuta asing dan expectations (perkiraan pasar atas nilai mata uang yang akan datang).

Diskusi pada kader 2016  membahas Pegadaian Syariah dan Reksadana Syariah. Pegadaian syariah secara ringkas merupakan semacam jaminan utang. Dapat pula diartikan dengan menahan suatu barang milik penjamin sebagai jaminan atas sejumlah pinjaman yang diberikan. Teknis transaksi pegadaian syariah yang jelas berbeda dengan pegadaian konvensional. Teknik transaksi pegadaian syariah berjalan pada dua akad transaksi syariah diantanya akad rahn dan ijaroh. Akad rahn menjadi awal berlakunya proses penahanan barang milik peminjam sebagai jaminan dari uang yang diterima. Oleh karena itu dengan akad ini pihak pegadaian memiliki hak menahan barang jaminan untuk uang nasabah. Pelaku harus baligh dan cakap hukum sedangkan barang yang digadai mesti memiliki nilai ekonomis, bisa dijual dengan nilai seimbang, bisa dimanfaatkan, jelas, dapat ditentukan secara spesifik, dan tidak terkait dengan hak kepemilikan orang lain. Juga hutang yang diberikan atau marhun bih mesti jelas dengan jatuh tempo yang jelas. Akad ijaroh yaitu akad pemindahan hak atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri. Dapat digambarkan bahwa transaksi pegadaian syariah melalui akad rahn nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan dan merawatnya ditempat yang telah disediakan oleh pegadaian. Karena dari proses penyimpanan timbul biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya, maka dibenarkan bagi pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Produk yang dikembangkan yang saat ini menonjol adalah penjualan logam mulia oleh pegadaian kepada masyarakat secara tunai ataupun agunan dengan jangka waktu fleksibel. Perbedaan dengan pegadaian konvensional adalah pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian, utang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika dilihat dari aspek hukum konvensional keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga pegadaian konvensional dapat tidak melakukan penahanan barang jaminan. Berbeda dengan pegadaian syariah yang mensyaratkan keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan biaya jasa simpan. Pembahasan kedua reksadana syariah. Reksadana adalah wadah abstrak yang menghimpun dana investor untuk kemudian dikelola oleh Manajer Investasi dan diinvestasikan pada berbagai jenis portofolio investasi efek atau produk keuangan lainnya. Pada reksadana syariah beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariat Islam baik dalam bentuk akad antara pemodal dan manajer investasi juga reksadana syariah tidak akan menginvestasikan dananya pada obligasi dari perusahaan yang pengelolaan ataupun produknya bertentangan dengan syariat Islam. Sifat reksadana terdapat dua yaitu reksadana terbuka dan tertutup. Reksadana terbuka memiliki ciri hanya dapat menjual saham reksadana kepada investor sampai batas jumlah modal dasar yang telah ditetapkan dalam aggaran dasar perseroan, disebut tertutup karena dalam hal jumlah saham yang dapat diterbitkan atau dalam hal menerima masuknya pemodal baru, tidak dapat membeli kembali saham-sahamnya yang telah dijual kepada pemodal, indikator harga saham reksadana tertutup dilihat dari Nilai Aktiva Bersih (NAB) maka harga saham reksadana tertutup tergantung pada permintaan dan penawaran di bursa efek, NAB  persaham reksadana tertutup tidak dihitung dan diumumkan kepada masyarakat setiap hari sebagaimana halnya unit penyertaan reksadana terbuka, tetapi dihitung dan diumumkan setiap satu minggu sekali. Reksadana terbuka memiliki ciri yaitu reksadana terbuka dapat berbentuk perseroan, memungkinkan membuka kesempatan bagi investor baru yang akan melakukan investasi setiap saat dengan membeli unit-unit penyertaan reksadana, NAB dalam reksadana terbuka merupakan harga beli sekaligus harga jual bagi investor, unit penyertaan reksadana terbuka tidak dicatatkan pada bursa efek karena pada prinsipnya investor dapat menjual atau membeli langsung unit penyertaan pada reksadana berdasarkan NAB, NAB reksadana terbuka dihitung dan diumumkan oleh bank kustodian setiap hari. Jenis reksadana syariah dapat di bedakan berdasarkan portofolio yaitu sebagai berikut. Pertama, reksadana pendapatan tetap, reksadana melakukan investasi sekurang-kurangnya 80 persen dari dana yang dikelola (aktivanya) dalam bentuk efek bersifat utang umumnya memberikan penghasilan dalam bentuk bunga seperti deposito, obligasi syariah, swbi, dan instrumen lain. Kedua, reksadana saham yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80 persen dari dana yang dikelolanya dalam efek bersifat ekuitas. Ketiga, reksadana campuran yang mempunyai perbandingan target alokasi pada efek saham dan pendapatan tetap yang tidak dapat dikategorikan kedalam ketiga reksadana lainnya, reksadana campuran orientasinya fleksibel dalam menjalankan investasi artinya pengelolaan investasi dapat digunakan berpindah-pindah dari saham ke obligasi ataupun ke deposit, atau tergantung pada kondisi pasar dengan melakukan aktivitas trading. Keempat, reksadana pasar uang yang investasinya ditanam pada efek bersifat hutang dengan jatuh tempo yang kurang dari satu tahun. Kelima, reksadana pasar uang memiliki tingkat resiko yang minim namun keuntungan yang didapat juga sangat terbatas, tujuannya adalah perlindungan modal dan untuk menyediakan likuiditas yang tinggi, sehingga ketika dibutuhkan dapat dicairkan setiap hari kerja dengan resiko penurunan nilai investasi yang hampir tidak ada.

Dengan berbagai pertanyaan yang dilontarkan kader membuat diskusi semakin menarik. Keseruan berdiskusi masih menyelimuti dan semakin memuncak. Namun, waktu sudah menunjukkan pukul 17.45 yang mana notulensi pada masing-masing kader untuk segera membacakan hasil diskusi. Selanjutnya moderator menutup diskusi dengan membaca al-Hamdalah. Sebelum beranjak meninggalkan tempat diskusi para kader melakukan tos bersama.