Pemikiran Ekonomi Islam (Yahya bin Umar, Ahmad bin Hambal, dan Harith bin Asad al Muhasibi)



Yahya Bin Umar dengan nama lengkap Abu Bakar Yahya Bin Uma Bin Yusuf Al Kannani Al Dausi lahir pada tahun 213 H yang besar di Kardova Spanyol, yang merupakan salah satu fuqaha Imam Maliki. Seperti para cendekiawan terdahulu, ia berkelana ke berbagai negeri untuk menuntut ilmu. Pemikiran ekonomi Yahya bin Umar (213H-289H) dalam kitabnya Ahkam as Suq yang berisi tentang struktur pasar, larangan ikhtiar dan siyasah al-siyasaj al-ighraq, intervensi pemerintah terhadap ta'sir (regulasi harga).Menurut  Yahya bin Umar pasar yang ideal ialah pasar yang harus memiliki karakteristik adanya transparansi, tidak ada monopoli dan kartel, pencegahan terjadinya penjualan di luar pasar (forestalling), pencegahan persaingan tidak sehat, menghindari kecurangan dan penjualan produk yang haram. Yahya bin Umar juga melarang praktek ihtikar, yakni mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi. Sehingga ihtikar dapat mengakibatkan terganggunya mekanisme pasar, dimana penjual akan menjual sedikit barang dagangannya, sementara permintaan terhadap barang tersebut sangat banyak, sehingga di pasar terjadi kelangkaan barang. Sedangkan siyasah al-ighraq yaitu banting harga, aktivitas perdagangan yang bertujuan untuk mencari keuntungan dengan jalan menjual barang pada tingkat harga yang lebih rendah dari harga yang berlaku di pasaran. Mengenai ta’sir (regulasi harga) sebenarnya pemerintah tidak boleh melakukan penentuan harga. Karena dikhawatirkan akan menimbulkan kedzholiman terhadap beberapa pihak. Bahkan di zaman Rasulullah, beliau diminta sahabat untuk menetapkan harga tetapi menolak dan menyuruh sahabat tersebut untuk meminta pertolongan kepada Allah.

Ahmad bin Hambal, nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal Hilalusy Syaibani yang dilahirkan di Baghdad pada tahun 163 H. Harith bin Asad al Muhasibi dilahirkan di Basrah pada tahun 165 H kemudian pindah ke Baghdad ibu kota negara Bani Abbasiyah. Kedua, pemikiran ekonomi Ahmad bin Hambal. Kurang lebih pemikiran Ahmad bin Hambal hampir sama dengan pemikiran Yahya bin Umar, dimana Ahmad bin Hambal mendukung persaingan yang adil dalam pasar. Prinsipnya yaitu muamalah diperbolehkan selama tidak ada dalil yangg mengharamkannya. Ahmad bin Hambal juga mengedepankan kemaslahatan umat dengan mendukung adanya undang-undang pemerintah untuk menghindari praktek monopoli.

Abu Abdullah al-Harist bin Asad al-Basri adalah ulama yang namanya sangat menonjol dalam bidang tasawuf di zamannya. Ketiga tokoh tersebut merupakan beberapa dari pemikir ekonomi Islam yang terkenal pada masanya. Selanjutnya pemikiran ekonomi Harith bin Asad al Muhasibi yang tercantum dalam kitabnya al-Makasib yang membahas tentang cara memperoleh pendapatan melalui perdagangan, industri dan kegiatan ekonomi yang lain. Mengambil keuntungan dalam berdagang itu diperbolehkan, hanya saja jangan terlampau tinggi. Menurut Harith bin Asad al Muhasibi salah satu cara menaati Allah adalah mencari suatu mata pencaharian untuk menegakkan hak, dan berhenti melanggar batas yang ditentukan oleh Allah SWT dalam menjalankan perdagangan, industri serta kegiatan lainnya. Harith bin Asad al Muhasibi juga menekankan sikap kejujuran pada setiap aktivitas ekonomi. Penekanan tentang perlunya kejujuran ini merupakan prinsip kegiatan-kegiatan ekonomi.

Sumber gambar : almuflihun.com