RIBA, AKAD, DAN KHIYAR

Dalam pembahasan ekonomi Islam, pastinya sudah tidak asing lagi dengan kata riba. Biasanya riba dikaitkan dengan pengelolaan harta kekayaan seseorang, terutama dalam dunia perbankan. Secara bahasa, riba adalah ziyadah yang dalam bahasa Arab berarti tambahan. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal. Yang mana hukum riba adalah haram.

Macam-macam riba antara lain sebagai berikut:

1.  Riba Fadhl

Riba Fadhl adalah tambahan yang disyaratkan dalam tukar menukar barang yang sejenis. Jual beli ini disebut juga sebagai barter, tanpa adanya imbalan untuk tambahan tersebut.

2.  Riba Nasi’ah

Riba Nasi'ah adalah tambahan yang disebutkan dalam sebuah perjanjian pertukaran barang atau muqayadhah atau barter, sebagai imbalan atas ditundanya suatu pembayaran. Riba jenis ini hukumnya sangat jelas.

3.  Riba Qard

Riba Qard dalah riba dalam utang piutang yaitu dengan mengambil manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang diisyaratkan kepada penerima utang atau muqtaridh.

4.  Riba Jahiliyyah

Riba Jahiliyyah adalah penambahan utang lebih dari nilai pokok dalam utang piutang karena penerima utang tidak mampu membayar utangnya secara tepat waktu.

5.  Riba Al Yad

Riba Al Yad adalah riba dalam jual beli atau yang terjadi dalam penukaran. Penukaran tersebut terjadi tanpa adanya kelebihan, namun salah satu pihak yang terlibat meninggalkan akad, sebelum terjadi penyerahan barang atau harga.

Persamaan riba dan bunga

Bunga bank dan riba keduanya sama- sama bermakna tambahan atau menggandakan uang dan tidak sah menurut hukum islam. Perbedaanya, riba sistemnya menggandakan untuk pribadi alias rintenir, sedangkan bunga bank sistemnya untuk membantu masyarakat dengan kuntungan dibagi hasil kepada nasabah dan sah menurut hukum (legal).

Akad

Secara bahasa, Akad berasal dari bahasa Arab yang berarti ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut istilah akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan.

Rukun Akad

1.  Dua orang atau lebih yang melakukan akad (transaksi) disebut Aqidain.

2.  Sighat (Ijab dan Qabul), selain dua pihak, dalam akad harus ada ijab dan qabul atau pernyataan memberi dan menerima dari kedua belah pihak.

3.  Ma’qud ‘alaih (sesuatu yang diakadkan). Nah, rukun ketiga ini adalah harus ada benda atau hal yang diakadkan. Misalnya jual beli tanah, maka tanah adalah ma’qud alaih.

Syarat-syarat Akad

1.  Syarat orang yang bertransaksi antara lain: berakal, baligh, mumayis dan orang yang dibenarkan secara hukum untuk melakukan akad.

2.  Syarat barang yang diakadkan antara lain: bersih, dapat dimanfaatkan, milik orang yang melakukan akad dan barang itu diketahui keberadaannya.

3.  Syarat sighat: dilakukan dalam satu majlis, ijab dan qabul harus ucapan yang bersambung, ijab dan qabul merupakan pemindahan hak dan tanggung jawab.

Perbedaan Akad dan Wa’ad.

Beberapa orang menganggap bahwa akad dan wa’ad itu sama. Namun sebenarnya tidak demikian, keduanya jelas berbeda. Jika akad itu memberikan konsekuensi adanya ikatan, maka wa’ad hanya janji dari satu pihak ke pihak lainnya. Dengan demikian, tidak ada tanggung jawab atau kewajiban apa-apa bagi pihak yang memberi wa’ad.  Dalam pandangan hukum, wa’ad boleh dibatalkan karena ia tidak memiliki implikasi hukum. Akan tetapi menjadi kurang tepat jika kita memandang wa’ad sebagai amanah yang seharusnya ditunaikan, namun tidak dilaksanakan.

Khiyar

Tidak selamanya akad sampai pada waktu yang disepakati diawal. Akad bisa berakhir ketika menghadapi beberapa kondisi seperti apabila masuk tenggang waktu akad atau dibatalkan oleh para pihak yang ber-akad. Akad juga bisa berakhir karena dinyatakan fasad, berlakunya syarat khiyar, atau akad itu tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak. Yang terakhir, apabila salah satu pihak dalam akad tersebut meninggal dunia.

 

Sumber gambar: forshei.org

Penulis: Tim forshei materi