Tantangan Perempuan dalam Membangun Ekonomi Negara Berkelanjutan

Berbicara tentang perempuan, tidak sedikit hasil kajian yang menyebutkan bahwa perempuan dan anak masih tergolong kelompok rentan yang sering mengalami berbagai masalah, seperti kemiskinan, bencana alam, konflik, kekerasan, dan sebagainya. Hal itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga negara-negara lain di seluruh dunia.

Di era emansipasi seperti sekarang, perempuan sering kali dianggap sebagai kelompok kelas kedua (subordinat) sehingga mereka tidak memperoleh persamaan hak dengan laki-laki. Perempuan dinilai hanya mampu dalam melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan urusan rumah tangga saja.

Seiring berjalannya waktu, perempuan mulai bangkit dan berhasil membuktikan bahwasanya keberadaan mereka layak untuk diperhitungkan. Kecerdasan serta kepiawaian perempuan-perempuan Indonesia, khususnya, tidak bisa lagi dianggap remeh karena telah turut berkontribusi terhadap pembangunan.

Keterlibatan perempuan dinilai menjadi syarat utama dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan pada 2030 mendatang. Perempuan didorong untuk tidak hanya menikmati kemajuan, tetapi juga untuk berkarya dan produktif mengoptimalkan pesatnya perkembangan digitalisasi hingga memipin perubahan, seperti yang dikatakan Co-Chair G20 Empower (Rina Prihatiningsih).

Di Indonesia sendiri, peranan perempuan dalam perekonomian semakin signifikan. Pada sektor UMKM, 53,76%-nya dimiliki oleh perempuan, dengan 97% karyawannya adalah perempuan, dan kontribusi dalam perekonomian 61%. Di bidang investasi, kontribusi perempuan mencapai 60%. Literasi dan kapasitas perempuan untuk berpikir cerdas, mengamankan dana untuk keluarga, dan menginvestasikan di bidang produktif sangat potensial dan nyata.

Pembangunan ekonomi jangka panjang dengan keterlibatan perempuan dalam kepemimpinan, dipercaya juga dapat menciptakan laju perekonomian yang sejahtera, merata, setara, dan berkeadilan. Saat ini terdapat 5 indikator pengukur KPI yang telah ditetapkan pada G20 Empower, yaitu pembagian peran yang seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam dunia kerja di semua level. Untuk presentase perempuan yang dipromosikan dalam posisi tertentu, total kesenjangan renumerasi upah atau gaji (gender pay-gap).

Statistik telah menunjukan perkembangan positif bagi gender perempuan, baik dari segi angka harapan hidup, indeks pemberdayaan gender, bahkan sampai kepada angka investasi ritel, ungkap Destri Damayanti sebagi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI). Untuk lebih lanjutnya survei membuktikan bahwa proporsi perempuan di posisi strategis perusahaan terus bertumbuh, serta terdapat proyeksi tambahan PDB dunia sebesar 28 triliun dollar AS apabila terdapat kesetaraan gender.

Hal positif ini kian mendefinisikan peran perempuan sebagai natural born leader yang memegang keseimbangan di dunia profesional hingga rumah tangga. Ada tiga hal yang penting untuk dipedomani kaum perempuan dalam menjalankan kepemimpinan yaitu cintai apa yang dipimpin, bekerja sama dengan banyak mendengar dan jadilah diri sendiri.

Kaum perempuan diajak untuk memaknai ulang kepemimpinannya, menetapkan definitif yang sebenarnya diinginkan bagi dirinya sendiri, tanpa terpengaruh oleh stigma masyarakat maupun tuntutan keluarga yang memiliki pandangan konservatif. Karena sebenarnya siapapun dapat menjadi pemimpin, baik pemimpin diri sendiri dan keluarga, selama dilakukan dengan langkah yang nyata (Destri). 

Peran dan kontribusi perempuan menjadi faktor penting dalam menghadapi berbagai tantangan dalam upaya pemulihan, reformasi, serta transformasi ekonomi. Oleh sebab itu, penting untuk memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan dalam perekonomian.


Sumber gambar : pluskapanlagi.com

Penulis: Lailatun Nafis