Semarang, Kamis (12/11) Seperti biasa Forum
Studi Hukum Ekonomi Islam (ForSHEI)
mengadakan diskusi rutinan senin kamis yang bertempat di samping Audit 2
tepatnya di bawah pohon beringin. Tepat pukul 16.00 WIB diskusi dimulai dengan
penuh semangat oleh kader ForSHEI 2015,
diskusi kali ini bertemakan “Dasar-dasar pengambilan suatu hukum dan
metode istinbath”, dengan pendampingan oleh saudara Nafis Ghifari. Tidak
seperti biasanya, diskusi kali ini dibuka oleh kader ForSHEI 2015 Annisa Chusnul C. dengan membaca basmallah
bersama-sama.
Penyampaian
materi diskusi disampaikan oleh Nafis Ghifari dengan penuh semangat, dan
teman-teman juga sangat antusias sekali dalam menyampaikan pendapatnya. Materi
diskusi diawali dengan me-review kembali materi-materi yang telah
didiskusikan sebelumnya, yaitu mengenai pengertian ushul fiqih. Apa itu Ushul
Fiqih? Menurut pendapat Elka Anggraini, Ushul berarti landasan
tempat membangun sesuatu, dan berdasarkan pendapat dari Ahmad Abdul Rosyad, ushul
berarti landasan atau dasaran dari sesuatu. Selanjutnya Nafis Ghifari
menambahkan bahwa ushul yaitu maa bunayya ‘ala ghairihi, yang
artinya sesuatu yang dibangun untuk membangun sesuatu. Dapat diambil kesimpulan
bahwa kata ushul berarti sesuatu yang dijadikan landasan untuk membangun
sesuatu.
Sedangkan
arti Fiqih berdasarkan penjelasan Nafis Ghifari yaitu pemahaman seorang
mukallaf yang disusun untuk melakukan ibadah-ibadahnya berdasarkan alqur’an dan
hadits. Jadi, pengertian Ushul Fiqih yaitu suatu landasan bagi seorang
mukallaf dalam memahami hukum-hukum untuk melakukan ibadah-ibadahnya
berdasarkan Alqur’an dan hadits. Apa sih perlunya fiqih? Fiqih sangatlah perlu bagi
kita para mukallaf, karena Alqur’an dan hadits pengertiannya masih sangat
global dan kami membutuhkan penjelasan yang lebih memahamkan kami atas hukum
yang terdapat dalam kedua sumber hukum tersebut, dengan cara kita belajar
fiqih. Darimanakah fiqih berasal? Fiqih berasal dari ijtihad para ulama dalam
menggali suatu hukum yang berdasarkan Alqur’an dan Hadits.
Penggalian
suatu hukum dalam ushul fiqh disebut dengan Istinbath. Dalam
pembahasan Istinbath, kami mengibaratkannya dengan menggali sebuah
tanah. Kita menggali sebuah tanah, tentunya kita harus memiliki alat untuk
menggali, dan alat untuk menggali suatu hukum dalam metode istinbath adalah Alqur’an dan Hadits. Setelah kita
menemukan alat untuk menggali, selanjutnya kita harus tahu bagaimana cara kita
menggali tanah. Dalam metode Istinbath, cara menggali suatu hukum yaitu
dengan metode Ijtihad. Ijtihad adalah mencurahkan segala kemampuan untuk
memperoleh suatu hukum syara’ dengan menggali suatu hukum yang berdasarkan
Alqur’an dan Hadits. Seseorang yang melakukan Ijtihad dinamakan mujtahid,
menjadi seorang mujtahid tentulah memiliki syarat-syarat yang harus
terpenuhi, sedikitnya seorang mujtahid adalah seorang yang mengerti dan
faham akan tujuan-tujuan syari’at dengan sepenuhnya dan mampu melakukan istinbath
berdasarkan faham dan pengertiannya terhadap tujuan-tujuan syari’at tersebut.
Contoh hasil dari ijtihad yaitu ijma’ dan qiyas, ijma’ merupakan suatu
kesepakatan para ulama dalam mengambil hukum yang berdasarkan Al-qur’an dan
hadits, sedangkan qiyas yaitu menyamakan suatu hukum yang belum ada dalam
Alqur’an dan Hadits dengan hukum yang sudah ada dalam kedua sumber hukum
tersebut dengan menggunakan illatnya.
Tidak
terasa waktu telah menunjukkan pukul 17.30 WIB, dan itu tandanya kami harus
mengakhiri diskusi yang sangat menarik ini. Diskusi kembali ditutup oleh kader
ForSHEI 2015 dengan membaca Hamdalah bersama-sama dan diakhiri dengan
tos bersama ala KSEI ForSHEI. Sampai jumpa pada diskusi selanjutnya dengan
pembahasan mengenai “Kaidah-Kaidah Fikih”. .
Salam Ekonom Robbani!!!
Vivi Liana (staff Kajian dan Penelitian ForSHEI 2015)