Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi pinjam-meminjam atau
pertukaran barang ribawi tanpa alasan yang dibenarkan syariat. Tambahan ini bersifat
merugikan salah satu pihak karena menguntungkan pemberi pinjaman tanpa usaha atau risiko.
Riba dilarang karena bertentangan dengan prinsip keadilan dan menimbulkan eksploitasi.
2. Gharar
Gharar merupakan ketidakjelasan yang signifikan dalam akad, seperti ketidakjelasan
kuantitas, kualitas, harga, atau waktu penyerahan. Transaksi yang memiliki gharar dapat menyebabkan salah satu pihak tertipu atau dirugikan karena tidak mengetahui apa yang benar-benar dibeli atau dijual.
3. Maysir
Maysir adalah aktivitas yang mengandung unsur perjudian, yaitu perolehan keuntungan
dengan cara untung-untungan dan bukan melalui usaha yang sah. Maysir dilarang karena
menimbulkan ketidakadilan, permusuhan, dan membuat harta berpindah tangan tanpa sebab
yang benar.
4. Syubhat
Syubhat adalah segala sesuatu yang status hukumnya tidak jelas apakah halal atau
haram. Transaksi syubhat dihindari dalam Islam karena berpotensi mendekatkan pelakunya
kepada hal-hal yang haram. Ketidakjelasan ini sering terjadi karena informasi atau objek akad
yang tidak benar-benar diketahui.
5. Batil
Akad batil adalah transaksi yang tidak memiliki nilai kemanfaatan, tidak memenuhi
rukun dan syarat akad, atau bertentangan secara langsung dengan prinsip-prinsip syariat. Akad
seperti ini tidak dianggap sah dan harta yang diperoleh melalui cara batil harus dikembalikan.
6. Tadlis
Tadlis adalah segala bentuk penipuan dalam transaksi, baik dengan menyembunyikan
cacat, memberikan informasi palsu, atau memalsukan kondisi barang. Tadlis bertentangan
dengan prinsip transparansi dan kejujuran yang menjadi landasan muamalah.
7. Tadlis al-‘Ayb
Ini merupakan bentuk penipuan berupa menyembunyikan cacat barang dari pembeli.
Penjual menyamarkan kerusakan agar barang tampak lebih bagus sehingga pembeli tidak
mengetahui kondisi sebenarnya.
8. Tadlis al-Qimah
Merupakan penipuan dalam aspek harga, seperti pura-pura menaikkan penawaran atau
memanipulasi harga pasar agar pembeli menyangka harga tersebut wajar. Tindakan ini
menyebabkan pembeli tertipu dan merusak integritas pasar.
9. Tadlis al-Washf
Penipuan dalam deskripsi barang, misalnya memberikan keterangan kualitas yang tidak
sesuai kenyataan. Hal ini dilarang karena membuat pembeli salah persepsi terhadap objek akad.
10. Ghabn
Ghabn terjadi ketika harga yang ditawarkan sangat jauh dari harga pasar sehingga
merugikan salah satu pihak. Biasanya ini memanfaatkan ketidaktahuan pembeli atau penjual.
Islam melarang ghabn agar transaksi tetap adil dan transparan.
11. Ikrah
Ikrah adalah paksaan dalam akad yang menyebabkan hilangnya kerelaan salah satu
pihak. Akad yang dilakukan di bawah tekanan tidak dianggap sah karena Islam mensyaratkan
kerelaan penuh dalam bermuamalah.
12. Risywah
Risywah adalah praktik suap menyuap, baik untuk memenangkan tender, memutuskan
perkara, atau memperoleh hak yang bukan miliknya. Suap merusak keadilan, memutarbalikkan
keputusan, dan sangat dilarang dalam muamalah Islam.
13. Ihtikar
Ihtikar adalah tindakan menimbun barang kebutuhan pokok untuk menciptakan
kelangkaan sehingga harga naik. Pelaku kemudian menjual barangnya dengan harga yang lebih tinggi demi keuntungan besar. Tindakan ini merugikan masyarakat dan mengacaukan
mekanisme pasar.
14. Ihtinaz
Ihtinaz adalah menimbun emas dan perak dengan tujuan menahan peredarannya.
Perbuatan ini dilarang karena dapat menghambat perputaran ekonomi dan menyebabkan
kesenjangan harta di masyarakat.
15. Tas’ir
Tas’ir adalah pemaksaan harga oleh pihak penguasa atau penjual kepada masyarakat
tanpa alasan yang dibenarkan. Larangan muncul apabila penetapan harga itu merugikan salah
satu pihak dan mematikan kebebasan pasar, kecuali dalam keadaan darurat.
16. Najasy
Najasy adalah rekayasa harga dengan melakukan penawaran palsu untuk menaikkan
nilai barang agar pembeli tertipu. Orang yang melakukan najasy sebenarnya tidak berniat
membeli, hanya untuk memancing pembeli lain menaikkan harga.
17. Tallaqqi al-Rukban
Tallaqqi al-rukban adalah praktik mencegat penjual, petani, atau kafilah sebelum
mereka masuk pasar dan membeli barang mereka dengan harga yang lebih murah karena
mereka belum mengetahui harga pasar. Praktik ini dilarang karena memanfaatkan
ketidaktahuan penjual desa.
18. Bai’ Ahlul Hadar
Bai’ ahlul hadar adalah praktik penduduk kota menghadang barang dagangan penduduk
desa, kemudian membelinya dan menjual kembali dengan keuntungan penuh tanpa
membagikan keuntungan kepada penjual asli. Perbuatan ini dilarang karena mengandung unsur
penguasaan pasar dan ketidakadilan.
19. Menjual Barang yang Tidak Dimiliki (Bay’ Ma’dum)
Menjual barang yang belum dimiliki, dikuasai, atau belum ada.
20. Bay’ Fudhuli
Bay’ fudhuli adalah menjual barang milik orang lain tanpa izin pemilik. Akad ini tidak
sah kecuali ada persetujuan dari pemilik setelah akad dilakukan.
21. Bai’ Aiataini fil Bai’ah
Ini adalah akad dua harga dalam satu transaksi, seperti menjual barang dengan dua
pilihan harga namun tidak disepakati harga yang pasti. Ketidakjelasan ini menyebabkan akad
menjadi bermasalah.
22. Bai’ Mu’allaq
Bai’ mu’allaq adalah jual beli yang digantungkan pada syarat tertentu, seperti “saya beli
jika…”. Akad seperti ini tidak sah karena efek hukum akad tidak langsung berlaku.
23. Bai’ Mulamasah
Bai’ mulamasah adalah akad jual beli yang sah hanya dengan menyentuh barang, tanpa
melihat atau mengetahui kualitasnya. Karena ketidakjelasan besar tentang objek.
24. Bai’ Munabadzah
Bai’ munabadzah adalah transaksi yang selesai hanya dengan melempar barang kepada
pembeli. Praktik ini dilarang karena objek akad belum jelas kualitasnya.
25. Bai’ Hashah
Bai’ hashah adalah jual beli yang ditentukan dengan lemparan batu, yaitu barang yang
terkena lemparan menjadi barang yang dibeli. Unsur acaknya membuat akad ini tidak sah.
26. Bai’ Hablul Hablah
Ini adalah jual beli hewan beserta anak hewannya yang masih dalam kandungan,
bahkan dalam beberapa riwayat mencakup cucu dari calon janin. Karena ketidakpastian sangat
tinggi, akad ini termasuk gharar berat.
27. Bai’ Madhamin
Jual beli sperma hewan yang masih berada di dalam tubuh hewan jantan, seperti sperma
unta. Karena tidak terlihat dan tidak dapat dipastikan kualitasnya, akad ini tidak diperbolehkan.
28. Bai’ Malaqih
Menjual janin hewan yang masih berada di dalam kandungan. Larangan ini muncul karena
objeknya belum pasti hidup atau mati, sehingga mengandung gharar.
29. Bai’ Muzabanah
Menukar buah segar di pohon dengan buah kering yang ditakar tidak jelas.
Ketidakjelasan takaran dan kualitas membuat akad ini dilarang.
30. Bai’ Muhaqolah
Menjual biji-bijian di ladang dengan biji-bijian sejenis tanpa kepastian takarannya.
Karena ketidakpastian besar, akad ini dianggap gharar.
31. Bai’ Juzaf
Menjual barang secara borongan tanpa mengetahui takaran atau jumlah pasti. Akad
seperti ini dikhawatirkan merugikan salah satu pihak karena ketidakjelasan jumlah barang yang
diterima.
32. Bai’ Dharbah al-Ghawwash
Menjual barang temuan di laut seperti mutiara atau hasil selaman tanpa mengetahui
hasil yang sebenarnya. Karena masih bersifat spekulatif, akad ini termasuk gharar.
33. Bay’ al-Habal al-Habalah
Jual beli ini adalah versi yang lebih berat dari jual beli janin, yaitu menjual anak dari
anak hewan yang belum lahir. Objek akad sama sekali belum wujud sehingga sangat
mengandung gharar dan dilarang.
34. Tallaqqi al-Buyuu’ (variasi dari intercept)
Ini adalah varian dari intercept pasar, yaitu mencegat pedagang sebelum masuk pasar
untuk membeli barangnya dan mengatur harga. Perbuatan ini merugikan penjual dan
mengganggu stabilitas

