Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) dan Musyarakah Mutanaqishah (MMQ)

Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang dan jasa berdasarkarkan transaksi sewa, dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. Hukum melakukan akad IMBT adalah boleh (mubah). Dasar hukum akad Ijarah Muntahiya Bittamlik salah satunya terdapat pada QS. Az-Zukhruf ayat 32:

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ ۚ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗ وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Artinya: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
Untuk rukun IMBT sama halnya dengan rukun ijarah, pertama, penyewa (musta’jir) dalam perbankan penyewa adalah nasabah. Kedua, pemilik barang (mu’jir). Ketiga, objek sewa (ma’jur) adalah barang yang disewakan. Keempat, manfaat sewa (ujrah) adalah manfaat atau imbalan yang diterima oleh mu’jir. Kelima, ijab dan kabul. Adapun syarat IMBT yaitu, pertama, kerelaan dari pihak yang melaksanakan akad. Kedua, ma’jur memiliki manfaat dan manfaatnya dibenarkan dalam Islam, dapat dinilai dan diperhitungkan dan manfaat atas transaksi Ijarah Muntahiya Bittamlik harus diberikan oleh musta’jir kepada mu’jir. Perjanjian untuk melakukan akad ijarah muntahiya bittamlik harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani, dalam akad ini pula hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad. Pihak yang melakukan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik harus melakukan akad ijarah terlebih dahulu, karena akad pemindahan kepemilikan baik dengan jual beli atau pemberian hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai. Perjanjian pemindahan kepemilikan disepakati pada awal akad yang mana hukumnya tidak mengikat, jika janji pemindahan kepemilikan ingin dilakukan maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai.
Dalam akad Ijarah Muntahiya Bittamlik jika terdapat salah satu pihak yang tidak melaksanakan kewajibannya atau terdapat sengketa diantara dua pihak maka penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrasi Syariah jika tidak tercapai kesepakatan dalam musyawarah.
Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) merupakan turunan dari akad musyarakah dan merupakan bentuk akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau aset. Hukum menggunakan akad musyarakah mutanaqishah adalah boleh atau mubah. Dasar hukum musyarakah mutanaqishah salah satunya terdapat pada QS. Shaad ayat 38:

الصَّالِحَاتِ وَعَمِلُوا آمَنُوا  الَّذِينَ  إِلا  بَعْضٍ عَلَى بَعْضُهُمْ لَيَبْغِي الْخُلَطَاءِ مِنَ كَثِيرًا وَإِنَّ

Artinya: “Dan sesungguhnya kebanyakan dai orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh”.

Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain, bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain. Rukun pembiayaan musyarakah mutanaqishah terdiri dari shigat, syarik adalah mitra dan hishshah adalah porsi atau bagian syarik.
Akad musyarakah mutanaqishah terdiri dari akad musyarakah sendiri dan ba’i (jual beli). Hak dan kewajiban para pihak dalam akad musyarakah mutanaqishah sudah diatur dalam fatwa DSN MUI No. 8 tahun 2000 tentang pembiayaan musyarakan sebagai berikut, pertama, memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad. Kedua, memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat akad. Ketiga, menanggung kerugian sesuai proporsi modal. Ketentuan pada  akad musyarakah mutanaqishah salah satu syarik (LKS) wajib berjanji menjuak seluruh hishshahnya secara bertahap kepada pihak kedua (nasabah) dan nasabah wajib membelinya.
Adapun ketentuan khusus tentang musyarakah mutanaqishah pada DSN MUI No. 72 tahun 2008 bahwa pertama, aset musyarakah mutanaqishah dapat di ijarahkan kepada pihak syarik atau pihak lain. Kedua, apabila aset musyarakah menjadi objek ijarah maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati. Ketiga, keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan dan nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik. Keempat, kadar kepemilikan aset musyarakah syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah) harus jelas dan disepakati dalam akad. Kelima, biaya perolehan aset musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.