
Manusia adalah mahkluk sosial. Mahkluk sosial berarti membuat manusia mau tidak mau harus berinteraksi dengan manusia yang lain. ketika kita menjamah hal–hal yang berada pada sub sosial, maka akan banyak fenomena dan problematika yang membutuhkan perhatian khusus, salah satunya adalah kemiskinan.
Kemiskinan adalah salah satu penyakit sosial yang
memiliki efek domino bagi semua sektoral di setiap negara berkembang. Isu-isu
pengangguran, tindak kriminalitas, kelaparan yang merajalela, serta rasisme
berbau foedalisme lahir dari rahim yang sama, yaitu kemiskinan. Kemiskinan
menjadi penyakit kronis bagi setiap negara. Di Indonesia sendiri, menurut Badan
Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin mencapai 22,77 pada tahun 2017
(tribunnews.com) yang diakibatkan oleh lesunya pertumbuhan ekonomi, sehingga
tidak mampu dalam menyerap tenaga kerja yang berkualitas dan memicu
pengangguran,kemudian berefek pada tingkat kemiskinan yang sedemikian
besaranya. Tentu hal ini menandakan bahwa indonesia belum mampu memenuhi
tingkat kesejahteraan yang telah ditargetkan. Tidak heran jika pembahasan
mengenai pengentasan kemiskinanmerupakan sebuah elementer penting,dalam tatanan
mengenai pencapaian kesejahteraan sebuah negara khususnya di Indonesia.
Sejak era pemerintahan orde lama hingga awal reformasi
yang ditandai dengan krisis moneter, hampir semua sepakat bahwa Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) merupakan faktor fundamental dalam menghapus garis
kemiskinan.Banyak indikator yang membuktikan hal itu. Pertama, secara tidak
langsung dengan adanya UKM akan membuka lapangan pekerjaan meski
dalam skala kecil, kedua dengan peningkatan UKM maka akan berkontribusi
terhadap pertumbuhan sektor Produk Domestik Bruto (PDB), dan selanjutnya akan
berefek pada peningkatan devisa negara. Selain itu, pada krisis
moneter UKM mampu membuktikan kekuatannya dengan tetap stabil diantara
banyaknya industri koorporasi yang mengalami pailit.Oleh karenanya, perlu
adanya upaya untuk meningkatkan semangat ber–UKM pada setiap masyarakat. Dengan
adanya semangat ber–UKM otomatis kemandirian masyarakat juga meningkat dan
tidak hanya bergantung pada upaya mengemis lapangan pekerjaan yang semakin
menipis.
Untuk memobilisasi UKM menjadi sektor tumpuan dalam
pengentasan kemiskinan, diperlukan pendanaan secara berkesinambungan kepada
masyarakat. Pemerintah sebenarnya telah banyak mengeluarkan program berbasis
pendanaan untuk UKM seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Tanpa
Anggunan (KTA), dan yang terbaru adalah Ultra micro Finance. Disisi
lain, berbagai lembaga keuangan juga ikut menerbitkan jenis layanan atau produk
pembiayaan guna usaha untuk UKM. Namun keseluruhan program tersebut terhambat
pada segmen administrasi yang begitu rumit, adanya persyaratan khusus berupa
skala waktu usaha yang berjalan dalam kurun waktu tertentu saja yang akan
dipinjamkan dan yang paling disorot adalah pinjaman tersebut berbasis pada
bunga yang tentunya akan memberatkan pelaku UKM di kemudian hari. Tidak
berhenti sampai di sisi permodalan, kurangnya literasi masyarakat perihal tata
kelola keuangan yang baikmenjadikan mereka lebih nyaman menjadi seorang pencari
kerja ketimbang menyediakan lapangan pekerjaan.
Dana ZIS, solusi pendanaan yang berkesinambungan
Dalam ajaran islam, terdapat ibadah filantropi yang
menunjukan bahwa islam adalah agama yang memberikan perhatian khusus mengenai
pengentasan kemiskinan. “Pada harta – harta mereka terdapat hak
untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapatkan bagian”.(QS.
Adz – Dzariyat :19). Ayat tersebut menjadi sihir dogmatis bagi kaum muslimin
agar tetap sadar bahwa ada hak orang lain atas harta yang dimiliki untuk
disalurkan kepada meraka yang berada dalam jurang kemiskinan. Penyaluran harta
tersebut selanjutnya dikenal dengan istilah Zakat, Infaq dan Sedakah (ZIS).
Pada zaman Rasulullah dana ZIS dihimpun dalam satu
lembaga yaitu Baitul Maal, yang kemudian disalurkan kepada
masyarakat yang membutuhkan. Di era sekarang, lembaga yang bertugas menghimpun
dana ZIS adalah Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang merupakan badan
bentukan pemerintah, adapun badan yang serupa namun bentukan masyarakat disebut
Lembaga Amil Zakat (LAZ). Keduanya merupakan sebuah lembaga yang bertugas untuk
menghimpun dan menyalurkan dana ZIS secara lebih modern berupa bantuan sosial,
bantuan bencana alam, pemberian beasiswa dan lain – lain. Namun penyaluran –
penyaluran tersebut banyak yang bersifat konsumtif dan masih sedikit yang
bersifat produktif. Tercatat pada tahun 2017 potensi dana ZIS mencapai 217
triliun (tempo.com). Dengan angka yang begitu besar tentunya sangat disayangkan
apabila dana ZIS hanya beruputar pada siklus konsumtif.
Dengan melihat potensi dana ZIS yang begitu besar,
BAZNAS maupun LAZ seharusnya sudah mulai merambah pada sektor produktif berupa
pendanaan kepada UKM. Skema yang dilakukan bisa berupa akad Qardhul
Hasanyaitu pinjaman lunak yang sifatnya berupa dana bergulir. Dalam skema
tersebut para pelaku UKM tetap dibebani tanggung jawab untuk mengembalikan dana
tersebut tanpa ada beban bungasehingga tidak membebani pelaku UKM dan kemudian
dana yang dikembalikan bisa disalurkan kepada pelaku UKM
lainnya. Tentunya dalam skema tersebut pendampingan oleh pihak
BAZNAS dan LAZ tetap dibutuhkan.
Hubungan yang akan di bentuk antara pelaku UKM dengan
lembaga BAZNAS/ LAZ adalah kemitraan dan bukan sebagai kreditur dan debitur.
Lembaga BAZNAS dan LAZ harus mamberikan sinergi postif berupa pendampingan
mengenai tata kelola keuangan yang baik bagi pelaku UKM. Karena permasalahan
yang dialami pelaku UKMselanjutnya adalah berupa minimnya pengetahuan perihal
tata kelola keuangan yang baik bagi sebuah usaha.Banyak dari UKM
yang mengalami kegagalan usaha karena menejemen keuangan yang buruk. Maka dari
itu dibutuhkan pendampingan perihal tersebut.
Tata kelola keuangan berbasis fintech adalah solusi
untuk memberikan kemudahan pada pelaku UKM. Fintech adalah singkatan dari Financial
Technology, merupakan sebuah terobosan baru dalam layanan keuangan
berbasis pada jaringan digital. Pertumbuhan fintech pada tahun 2017 menunjukan
angka kenaikan yang positif. Melihat fenomena tersebut BAZNAS maupun LAZ harus
memaksa pelaku UKM untuk melekteknologi dengan memanfaatkan layanan
fintech.
Salah satu jenis layanan fintech yang cocok untuk UKM
adalah Mandiri Capital Indonesiayang menerbitkan perusahaan
rintisan dengan nama StartupBerbagi.com. Dalam layanan tersebut terdapat
berbagai macam aplikasi seperti aplikasi Atom, yang berfungsi untuk penjualan
produk UKM, ERZAP yang digunakan sebagaipembuatan laporan keuangan yang
komprehensif, aplikasi PickPack sebagai layanan distribusi produk UKM, serta
DS–Go yang memberikan layanan berupa tips–tips keuangan berdasarkan data – data
keuangan UKM. Tentunya dengan adanya layanan tersebut akan memudahkan pelaku
UKM dari segi menejemen keuangan dan juga pemasaran.
Ketika semua komponen tersebut bisa bersinergi dan
berintegrasi dengan baik maka akan melahirkan pelaku UKM yang memiliki basis
pendanaan yang kuat sehingga mampu memberikan feedbackpada lembaga
BAZNAS dan LAZ barupa dana ZIS yang berasal dari kegiatan usaha mereka, selain
itu UKM juga akan memicu pertumbuhan ekonomi dengan cara membuka lapangan
pekerjaan sehingga angka pengangguran menjadi semakin menurun.
Sumber
gambar : kpmi.or.id
Penulis
(kader forshei 2016)