Getasan, 14/10 – Forum Studi Hukum Ekonomi Islam (forshei) bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) beserta Tim KKN MIT 5 Posko 65 UIN Walisongo Semarang mengadakan acara BI Goes to Village Tahun 2018 yang bertemakan “Gerakan Cinta Rupiah” di Aula balai desa Sumogawe, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Acara ini dihadiri oleh Kepala Desa dan segenap jajaran perangkat desa Sumogawe, perwakilan Ibu-ibu PKK, perwakilan Kapolsek dan Koramil Kecamatan Getasan serta masyarakat sekitar desa Sumogawe. Tujuan dari terselenggaranya acara ini ialah untuk mensosialisasikan dan mengedukasi masyarakat desa Sumogawe dan sekitarnya tentang ciri keaslian uang emisi baru dan mengantisipasi adanya peredaran uang palsu, yang sebagian dari masyarakat Sumogawe sendiri telah menjumpai adanya uang palsu dalam bertransaksi. Acara BI Goes to Village kali ini diisi oleh pembicara dari BI Kantor Perwakilan Wilayah Jawa Tengah yaitu Bapak Octa Agus Setiawan.
Acara dimulai pada pukul 08.30 WIB dengan menyanyikan lagu
Indonesia Raya yang dipandu oleh saudari Riayatul Masruroh (tim KKN), kemudian dilanjutkan dengan
sambutan-sambutan. Sambutan yang pertama disampaikan oleh Ketua Umum Forum
Studi Ekonomi Islam (forshei) UIN Walisongo Semarang yang diwakili oleh saudara
Muhammad Ikhsanudin, sambutan yang ketiga yaitu sambutan oleh koordinator Desa
Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang yang disampaikan oleh saudara
Fuad Sofi Anam dan sambutan yang terakhir yaitu sambutan Kepala Desa Sumogawe
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang yang disampaikan oleh bapak H. Marsudi
Mulyo Utomo ,S.E yang sekaligus membuka
acara BI Goes to Village Tahun 2018. Acara selanjutnya yaitu penyampaian materi
Gerakan Cinta Rupiah oleh Bapak Octa Agus Setiawan. Pertama, Beliau menjelaskan
mengenai ciri keaslian uang rupiah emisi baru yang diterbitkan pada bulan
Desember 2017 dengam 7 uang kertas dan 4 uang logam. Adapun tahapan didalam
uang rupiah diantaranya perencanaan (desain dan jumlah), percetakan,
pengeluaran, pengedaran, pencabutan dan penarikan serta tahap yang terakhir
yaitu pemusnahan. Pada tahun 1999 nominal uang rupiah paling tinggi yaitu Rp.
50.000, tahun 2009 muncul uang Rp. 2000 dan akhirnya muncul pecahan uang rupiah
senilai Rp. 100.000 yang pada dasarnya utuk memudahkan masyarakat dalam
bertransaksi. Bank Indonesia dalam mencetak uang bekerjasama dengan PERURI,
setelah itu dikeluarkan oleh BI dengan bekerjasama dengan pemerintah dalam
pengedaran yaitu melalui cabang-cabang BI (perbankan) diseluruh Indonesia.
Dalam bertransaksi dengan masyarakat BI hanya bisa melayani untuk pertukaran
uang yang rusak. Selanjutnya,tahapan penarikan terjadi setelah 15 tahun
pengedaran uang rupiah dan ada faktor-faktor lainnya seperti banyaknya
pemalsuan uang rupiah. Kemudian, untuk uang yang sudah beredar lama bisa
ditukarkan diperbankan sesuai dengan nominal tanpa ada pembayaran. Uang-uang
rupiah yang telah dalam kondisi rusak akan masuk ditahap pemusnahan, begitu
pula dengan uang rupiah yang cacat cetak dari PERURI yang masuk dalam kategori
tidak layak edar. Pemusnahan uang rupiah di Semarang sendiri mencapai 3 M.
Kedua, pemateri menjelaskan cara mudah untuk mengenali uang rupiah
yang asli yaitu dengan menggunakan alat indera kita yang dikenal dengan 3D. Dilihat,
uang rupiah asli warnanya akan terlihat terang dan jelas yang dapat dilihat
dengan mata telanjang. Kemudian, terdapat benang pengaman dan gambar
tersembunyi multiwarna yang dapat dilihat dari sudut pandang tertentu.
Selanjutnya untuk mengenali uang rupiah asli yaitu dengan cara Diraba dengan
menggunakan tangan akan nampak gambar burung garuda, tulisan NKRI dan terdapat
pula 2 garis sejajar di sebelah kanan dan kiri yang digunakan tunanetra dalam
membedakan nomial uang rupiah, semakin kecil nilai uang rupiah semakin banyak
garis sejajarnya. Dan yang terakhir untuk mengenalinya yaitu dengan Diterawang,
jika uang diterawang makan akan muncul tanda air berupa gambar pahlawan dan
ornamen pada pecahan rupiah, gambar saling isi dari logo BI (rectoverso) yang dapat
dilihat secara utuh apabila diterawang ke arah cahaya dan inilah dari tanda
yang paling sulit dipalsukan.
Selain itu, pemateri juga menjelaskan mengenai unsur pengaman yang
terdapat pada bahan uang diantaranya watermark (tanda air), electrotype
dan benang pengaman. Unsur pengamanan terdapat pula pada teknik cetak uang
rupiah yang diantaranya meliputi intagilio, rectoverso, multi colour latent
image, latent image, blind code, clour setting, uv features, dan mikroteks.
Setelah bapak Octa Agus Setiawan menyampaikan materi, beberapa kali
audiens menyela bertanya dalam peyamapian beliau. Bagi 5 penanya yang beruntung
mendapatkan kenang-kenangan yang diberikan oleh BI. Setelah hari beranjak
siang, kemudian acara ditutup dengan acara makan bersama.
Oleh : Fitriana (kader forshei 2017)