TAUHID
Tauhid adalah konsep dalam aqidah
Islam yang mengatakan keesaan Allah. Pembahasan dalam ilmu Tauhid ada 3 macam
yakni Tauhid Rububiyah,
Uluhiyah, dan Asma wa Sifat. Kedudukan
tauhid dalam Islam sebagai dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang
paling besar, dan merupakan salah satu syarat diterimanya amal perbuatan
disamping tuntunan Rasulullah.
1. Rububiyah
Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki,
merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rizqi, memberikan
manfaat, menolak mudharat serta menjada seluruh alam semesta.
2. Uluhiyah/ Ibadah
Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, karena ada
sekutu bagi-Nya. Meng-Esa-kan Allah dalam segala macam ibadah yang kita
lakukan. Seperti shalat, doa, tawakkal, taubat, dan lainnya. Dimana tujuan dari
segala amal ibadah hanyalah kepada Allah semata.
3. Asma wa Sifat
Beriman bahwa Allah memiliki nama dan sifat baik (asma’ul husna) yang
sesuai dengan keagunganNya. Umat Islam mengenal 99 asma’ul husna yang
merupakan nama sekaligus sifat Allah.
USHUL FIQH
Ushul Fiqh adalah ilmu hukum dalam Islam
yang mempelajari kaidah-kaidah, teori-teori, dan sumber-sumber secara
terperinci dalam rangka menghasilkan hukum Islam yang diambil dari
sumber-sumber tersebut.
Sumber-sumber hukum Islam terbagi menjadi dua: (1) Sumber primer,
yakni berupa Al-Qur’an dan Hadist/ Sunnah (2) Sumber sekunder, yaitu Ijma’, Qiyas, dan
sumber hukum lain seperti kebiasaan masyarakat, perkataan sahabat, dan istihsan
diperselisihkan kevalidannya di antara mazhab-mazhab yang ada.
Hukum-hukum yang diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah sudah tidak
bertambah dan disebut dengan Syariah,
sedangkan hukum yang diambil dari sumber sekunder disebut dengan Fiqh.
Sejarah Ushul Fiqh yaitu:
1. Zaman Rasulullah SAW, pada saat itu sumber hukum adalah
Al-Qur’an dan Hadist.
2. Masa Khulafaur Rasyidin,
masa ini dimulai sejak Rasul wafat sampai dengan masa berdirinya Dinasti
Umayyah. Sumber hukum yang digunakan kala itu muncul adanya Ijtihad para
sahabat nabi, Ijtihad dilakukan
ketika masalah tidak ditemukan dalilnya dalam Al-Quran dan Hadist.
3. Masa Tabi’in,
pada pertengahan abad ke-1 sampai abad ke-2 H. pada masa ini menjadi titik awal
pertumbuhan fiqh sebagai
salah satu disiplin ilmu dalam Islam.
4. Masa Keemasan, pada abad ke-2 sampai pertengahan abad
ke-4, dan munculnya empat mazhab yaitu Hanafi, Maliki,
Syafi’i, dan Hambali. Masa ini ditandai adanya penyusunan kitab fiqh dan ushul fiqh.
Adapun aliran dari ushul fiqh terbagi
menjadi tiga yaitu: (1) Aliran Mutakalimin (jumhur
ulama), dianut oleh mayoritas ulama’ seperti malikiyyah, syafi’iyyah, dan
lainnya, (2) Aliran
Hanafiyyah (fuqaha), aliran ini dalam membangun teori ushul fiqihnya hanya
dipengaruhi oleh masalah furu’ dalam
mazhab mereka, dicetuskan oleh Imam Abu Hanifah, (3) Aliran Mustakhirin,
yakni gabungan dan kombinasi antara mutakalimin dan fuqaha.
KAIDAH FIQH (Qawaid Fiqhiyah)
Quwaid berarti pondasi/ dasar dari
pengambilan suatu keputusan, sedangkan fiqh berarti
hal yang berkaitan dengan fiqhiyah untuk menjelaskan hukum-hukum yang masih
global. Jadi, Kaidah Fiqh adalah
pondasi/ dasar dari pengambilan suatu hukum fiqh untuk
memahami suatu hukum yang masih global dan belum terkhususkan.
Kaidah fiqh (qawaid fiqhiyah)
dibagi menjadi 5 yaitu:
1. Segala Sesuatu Tergantung pada Niatnya (al umuuru bimaqaa
sidihaa)
Setiap tindakan seorang mukallaf akan
mempunyai beban hukum dan hasil yang berbeda tergantung pada niatnya dan
maksudnya. Kaidah cabang dari kaidah pertama ini adalah:
a.
Yang dimaksud dalam transaksi atau
akad adalah dengan maksud dan maknanya, tidak dengan lafadz dan makna.
b.
Niat itu mengumumkan perkara
khusus, dan mengkhususkan hal yang umum.
c.
Sumpah tergantung niat orang yang
bersumpah.
2. Kemudharatan Harus Dihilangkan (addhararuyuzaalu)
Cabang kaidah dari kaidah ini ada lima:
a.
Kerusakan ditolak sebisa mungkin.
b.
Kerusakan dapat dihilangkan.
c.
Kerusakan yang parah dapat
dihilangkan dengan kerusakan yang lebih ringan.
d.
Kerusakan yang khusus ditangguhkan
untuk menolak kerusakan yang umum.
e.
Menolak kerusakan lebih utama
daipada menarik kebaikan.
Misalkan: dalam hutan ketika persediaan makanan habis yang ada
hanya babi, maka diperbolehkan makan babi tersebut dengan syarat jangan smpai
kenyang, hanya secukupnya untuk bertahan hidup.
3. Adat kebiasaan Dapat Dikembangkan Menjadi Hukum (al’adaatu mukhakamah)
Kaidah ini memiliki cabang sembilan yaitu:
a.
Hujjah yang dipakai banyak orang
wajib diamalkan
b.
Adat itu dianggap apabila dominan
dan merata.
c.
Yang dianggap adalah yang umum dan
popular bukan yang jarang.
d.
Hakikat tinggal karena dalil adat.
e.
Kitab atau tulisan itu sama dengan
ucapan.
f.
Isyarat yang difaham orang itu sama
dengan penjelasan lisan.
g.
Yang dikenal sebagai kebiasaan sama
dengan syarat.
h.
Menentukan dengan urf (kebiasaan)
sama dengn menentukan dengan nash.
i.
Yang dikenal antara pedagang sama
dengan syarat antara mereka.
Misalkan hal yang melanggar syariat, seperti masjid yang ada
ku’bahnya itu merpakan akulturasi,
4. Kesulitan Menimbulkan Kemudahan (almasyaqatu
tajlibuttaisiir)
Maksud dari kaidah ini adalah bahwa hukum-hukum yang menimbulkan
kesulitan dalam mengamalkannya bagi diri seorang mukalaf atau hartanya, maka
syariah meringankan hukum itu sesuai kemampuannya tanpa kesulitan.
Ada delapan cabang dari kaidah ini:
a.
Apabila sempit maka ia menjadi luas
b.
Apabila luas, maka ia menjadi
sempit.
c.
Darurat menghalalkan perkara haram.
d.
Sesuatu yang dibolehkan karena
darurat,maka dibolehkan sekadanya.
e.
Sesuatu yang bleh karen udzur, maka
batang karena hilangnya udzur.
f.
Kebutuhan yang umum termasuk
darurat.
g.
Darurat tidak membatalkan hak orang
lain.
h.
Apabila udzur pada yang asal, maka
dialihkan pada pengganti.
5. Keyakinan Tidak Dapat Digugurkan Oleh Keraguan (alyaqiinu laayuzaalu
bisyyak)
Maksudnya bahwa perkara yang diyakini adanya tidak bisa dianggap
hilang kecuali dengan adil yang pasti dan hukumnya tidak berubah oleh keraguan.
Ada tiga belas cabang dari kaidah ini yaitu:
a.
Yang asal itu tetapnya sesuatu
seerti asalnya.
b.
Hukum asal adalah bebas dari segala
tanggungan.
c.
Sesuatu yang ada dengan keyakinan
tidak bisa hilang kecuali dengan keyakinan.
d.
Hukum asal dari sifat dan semua
yang baru adalah tidak ada.
e.
Hukum asal adalah menyandarkan hal
pada waktu yang terdekat.
f.
Hukum asal sari segala sesuatu
adalah boleh menurut mayoritas ulama’.
g.
Hukum asal dari farji atau kemaluan
adalah haram.
h.
Tidak dianggap dalil yang
berlawanan dengan tashrih.
i.
Sesuatu tidak dinisbatkan pada
orang yang diam.
j.
Praduga itu tidak dianggap
k.
Perkiraan itu dianggap apabila
sudah jelas kesalahannya.
l.
Orang yang tercegah secara adat,
seperti tercegah secara hakikat.
m.
Tidak ada argument yang disertai
kemungkinan yang timbul dari dalil.
Sumber gambar : thegorbalsla.com
Diolah oleh Tim forshei materi