Penyebaran Covid-19 tidak
hanya berdampak pada kesehatan tetapi juga mengganggu berbagai aktivitas
ekonomi dan bisnis. Tak terkecuali, Industri Syariah. Dilihat dari sumbernya
penyebaran Covid-19 terhadap Industri Syariah mempengaruhi beberapa sektor.
Pertama,
menurunya permintaan produk-produk bisnis syariah. Merebaknya Covid-19 menyebabkan
kunjungan wisatawan asing dan domestik merosot drastis. Hal ini menyebabkan
tingkat okupansi hotel di Indonesia baik syariah maupun konvensional turun
hingga 10%-15%. Biro perjalanan haji dan umrah mengalami dampak yang paling
signifikan, mereka mengalami kerugian karena banyaknya perjalanan yang ditunda.
Kedua, naiknya
biaya produksi karena gangguan rantai pasokan maupun perubahan ketenagakerjaan.
Gangguan rantai pasokan terjadi karena ketergantungan Indonesia yang cukup
tinggi terhadap bahan baku dari luar negeri yang digunakan untuk meproduksi
barang-barang halal serta pemberlakuan pembatasan aktivitas luar rumah di sebagian
wilayah. Sedangkan perubahan ketenagakerjaan diakibatkan oleh adanya sistem work
from home, pengurangan sebagian jam kerja, penghentian kerja sepenuhnya
untuk periode tertentu, dan penurunan kesehatan tenaga kerja yang bekerja pada
bisnis-bisnis syariah.
Ketiga,
terhambatnya realisasi penanaman modal. Ketidakpastian yang tinggi ditengah wabah
Covid-19 membuat para investor menunda bahkan membatalkan sebagian rencana
penanaman modal mereka pada tahun 2020. Tidak terkecuali investor yang akan
menanamkan modalnya pada bisnis-bisnis syariah.
Keempat, peningkatan
risiko lembaga keuangan
syariah. Peningkatan risiko tidak hanya terjadi
pada bank umum syariah, tetapi juga pada lembaga keuangan syariah lain seperti
bank pembiayaan syariah dan lembaga keuangan mikro syariah. Risiko tersebut meliputirisiko operasional, risiko pembiayaan, risiko pasar dan risiko likuiditas.
Berbeda dengan lembaga
keuangan yang lain, lembaga keuangan syariah adalah lembaga yang tetap stabil
dalam menghadapi pandemi Covid-19. Hal ini dikarenakan lembaga keuangan syariah,
khususnya perbankan syariah menerapkan prinsip bagi hasil. Dengan bagi hasil, ketika
keuntungan bertambah maka rasio bagi hasil juga bertambah. Dalam kondisi ekonomi yang bagus, bank syariah
dapat memperoleh keuntungan yang besar dari penyaluran pembiayaan. Keuntungan diperoleh
dari usaha nasabah yang berjalan dengan baik. Keuntungan ini tidak hanya
dirasakan oleh bank syariah dan nasabah peminjam saja, nasabah penabung juga
akan mendapatkan keuntungan yang besar dari imbal bagi hasil. Sebaliknya, apabila
kondisi ekonomi kurang bagus seperti saat pandemi Covid-19, nasabah pembiayaan
akan mengalami penurunan pendapatan. Maka dari itu, kewajiban bank syariah
dalam memberikan bagi hasil kepada nasabah penabung akan menyesuaikan dengan
pendapatan yang diperoleh. Hal inilah yang menyebabkan bank syariah lebih
stabil dibandingkan dengan bank konvensional.
Dalam menghadapi
pandemi Covid-19, ada beberapa langkah yang bisa diambil oleh pelaku aktivitas
ekonomi dan bisnis syariah di Indonesia. Langkah pertama, adalah dengan menegaskan
posisi bisnis syariah sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dalam melawan
wabah Covid-19. Pelaku ekonomi dan bisnis syariah harus menunjukkan empati dan
solidaritas kepada para pemangku kepentingan dengan memberikan kelonggaran bagi
pekerja untuk work from home, tetap memberikan layanan terbaik pada
pelanggan dan mendukung kebijakan pemerintah untuk mengatasi Covid-19. Kedua,
bersiap untuk kemungkinan terburuk dengan membuat road map untuk dapat bertahan
dan keluar dari kondisi ekonomi yang terdampak Covid-19. Ketiga, mengambil
manfaat dari paket stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka
menghadapi penyebaran Covid-19, baik stimulus fiskal, stimulus nonfiskal,
maupun stimulus sektor keuangan. Meskipun stimulus yang diberikan pemerintah belum
maksimal, tetapi setidaknya dapat mengurangi beban yang harus ditanggung
bisnis-bisnis syariah ditengah pandemi Covid-19.