Pemikiran Ekonomi Islam Muhammad bin Al Hasan Al syaibani (132-189 H)


Semarang, (06/04 )- Forum Studi Hukum Ekonomi Islam (forshei) mengadakan agenda rutinan yakni diskusi primer yang dilaksanakan secara online di Grup WhatsApp forshei angkatan 2019 pada pukul 20.00 WIB dengan tema “Pemikiran Ekonomi Islam (Muhammad bin Al Hasan Syaibani)”. Diskusi ini diikuti oleh kader forshei angkatan 2019 yang didampingi oleh Muhammad Idchonul Khakim. Diskusi diawali dengan salam dan dilanjutkan pemaparan tentang kebijakan ekonomi pada fase pertama yang salah satunya adalah Muhammad bin Al Hasan Syaibani.

Dalam kitabnya Al-Kasb, pemikiran ekonomi Al-Syaibani meliputi memperoleh harta dengan cara halal, usaha-usaha perekonomian, hukum usaha-usaha perekonomian, kebutuhan ekonomi, spesialisasi dan distribusi pekerjaan. Selain itu, Al-Syaibani juga menerapkan sistem pengumpulan pajak pertanian, dimana terdapat pihak yang menjadi penjamin dan membayar secara lump-sum.

Lump-Sum adalah uang yang dibayarkan sekaligus dalam satu waktu, yang merupakan lawan dari serangkaian pembayaran yang dilakukan dari waktu ke waktu (dengan cara mengangsur). Dan juga universal yang menggambarkan cara pembayaran secara tunggal dan banyak digunakan dalam dunia asuransi, investasi, perbankan, lelang, dan akuntansi

Dalam pemikiran ekonomi Al-Syaibani salah satu yang paling menonjol adalah spesialisasi pekerjaan yang beliau tuangkan dalam kitabnya Al-Kasb yang artinya bekerja. Menurut Al-Syaibani bekerja identik dengan aktivitas produksi yang menghasilkan utilitas (nilai guna) dengan menghasilkan kemaslahatan serta memperhatikan tingkat halal-haramnya. Dalam Islam bekerja tidak hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup, akan tetapi juga untuk mencari keridhoan Allah SWT.

Al-Syaibani membagi usaha perekonomian menjadi sewa menyewa, pertanian, perindustrian, dan perdagangan. Dari segi hukumnya ia membagi usaha menjadi dua yakni fardhu kifayah dan fardhu ‘ain. Yang dimaksud fardhu kifayah adalah jika tidak ada seseorang yang melakukan hal tersebut maka roda perekonomian akan berhenti. Contohnya jika tidak ada orang yang menjadi petani maka tidak akan ada beras sedangkan makanan pokok orang Indonesia adalah beras. Oleh karena itu ini dapat mengganggu jalannya perekonomiaan. Sedangkan fardhu ‘ain berkaitan dengan kebutuhan individu. Disini setiap orang wajib memenuhi kebutuhan hidupnya, apakah itu untuknya, istrinya maupun keluarganya. Hal ini tidak bisa terlaksana, jika individu tidak menjalankan usahanya sendiri yang nantinya berakibat pada kebinasaan diri dan keluarganya.

Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 21.00, dan diskusi yang semakin seru harus diakhiri dengan pemantik membacakan kesimpulan hasil diskusi. Diskusi ditutup dengan bacaan Hamdalah bersama-sama.

sumber gambar : almuflihun.com