Dilema Pasar Keuangan kala Pandemi Covid-19



Pandemi covid-19 memberikan dampak yang sangat terasa bagi kehidupan masyarakat di berbagai sektor. Salah satu sektor yang terdampak yaitu pasar keuangan. Pasar keuangan terdiri dari beberapa bagian diantaranya pasar uang, pasar modal, pasar komoditas, pasar mata uang dan pasar derivatif. Hampir semua pasar mengalami pemerosotan, namun di sisi lain ada juga beberapa sektor yang berhasil survive di tengah pandemi ini karena dipengaruhi oleh faktor yang berbeda-beda.

Pertama Pasar Uang (Money Market), adanya pandemi covid-19 pasar uang tetap bertahan terhadap gejolak pasar saham karena menempatkan dananya ke dalam instrumen pasar uang. Dilihat dari reksadana pasar uang mampu bertahan dengan penguatan tipis 0,02 persen. Dan reksadana pasar uang memiliki beberapa keunggulan diantaranya memiliki imbal hasil yang lebih tinggi dari deposito, likuiditas yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa reksadana pasar uang masih bisa bertahan dibandingkan reksana saham.

Kedua Pasar Modal (Capital Market), pasar modal terdiri dari saham, obligasi, dan IHSG. Bursa Efek Indonesia menyebutkan bahwa semua bursa saham di dunia mengalami penurunan harga efek. Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia mengalami penurunan sejak Januari 2020 sampai titik terendah pada awal April 2020, mulai bergerak naik memasuki Mei 2020. Per April Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada pada level 4.625,9 ini merosot 26,57% dibanding akhir Desember 2019 yang berada di level 6.299,5. Akan tetapi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ke jalur positif setelah sempat terkoreksi tipis per Juli 2020. IHSG mengalami kenaikan 0,44% kelevel 5.098.37. Naiknya IHSG disinyalir oleh investor merespon sentimen positif dari turunnya suku bunga Bank Indonesia (BI).

Akibat dari pandemi covid-19 terhadap saham, banyak investor mencari alternatif lain. Masih dalam sektor pasar modal, obligasi ritel juga lagi banyak diminati oleh masyarakat karena bisa dicairkan sewaktu-waktu. Pasar obligasi Indonesia saat ini menawarkan tingkat real yield yang cukup atraktif jika dibandingkan dengan negara lain yakni sekitar 5,16%. Hal ini disebabkan karena kondisi fundamental Indonesia yang cukup baik, dapat membuat para investor asing kembali melirik Indonesia sebagai salah satu negara emerging market yang menjadi tujuan investasi. Yield obligasi negara tenor mengalami peningkat dari 7,06 menjadi 7,94 pada 15 April 2020 alias meningkat 0,88%. Untuk 10 Y USD bond yield, meningkat dari 2,90 menjadi 3,37 pada 15 April 2020 alias meningkat 0,47%. Ada beberapa risiko yang berpotensi mengganggu tingkat yield obligasi Indonesia yaitu defisit baik pada current account deficit ataupun fiscal primary balance. Defisit dobel menurunkan kapasitas APBN dalam membayar utang yang akan menurunkan kemampuan APBN mendorong pertumbuhan ekonomi.

Ketiga Pasar Komoditas, salah satunya emas, emas merupakan komoditas yang terus mengalami kenaikan harga dan mencapai indeks 110, sedangkan komoditas lain terus mengalami pelemahan harga dan berada pada indeks kurang dari 100. Para investor lebih memilih komoditas emas karena diyakini mampu bertahan menghadapi tekanan pasar di tengah pandemi virus corona. Emas juga menjadi komoditas yang paling banyak ditransaksikan di bursa berjangka RI. Pada awal tahun 2020 emas berada di level Rp 787.000 per gram, dan meningkat sebesar 21% pada April 2020 yaitu Rp 956.000 per gram, hingga per Juli 2020 Harga emas semakin menonjak mencapai Rp 989.000.

Keempat Pasar Mata Uang (Currency Market), Sri Mulyani menyebut per April, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami kemerosotan sejak awal tahun. Walau akhir-akhir ini kurs rupiah kembali menguat meskipun dolar AS sendiri juga tengah mengalami penguatan. Penguatan tersebut dipengaruhi sentimen positif atas kebijakan moneter Bank Indonesia. Per April 2020 kurs rupiah berada pada level Rp15.707 per dolar AS jika dibandingkan dengan sekarang Selasa (21/7) nilai tukar rupiah menguat 0,3% ke level Rp 14.741 per dolar Amerika Serikat pada perdagangan di pasar spot. Rupiah terangkat sentimen positif dari Uni Eropa yang menyepakati paket penyelamatan ekonomi covid-19 setelah sempat dibuka melemah.

Kelima Pasar Derivatifdilansir dari antaranews.com, PT. Kliring Berjangka Indonesia (Persero) atau KBI menyebutkan bahwa transaksi kontrak berjangka derivatif di Bursa Berjangka Jakarta dan dikliringkan di KBI selama Januari hingga Maret 2020 mengalami pertumbuhan 40% dibanding tahun lalu. Transaksi kontrak berjangka pada triwulan I tahun ini 2.205.468,2 lot sedangkan untuk triwulan I tahun lalu sebesar 1.572.079,9 lot. Di tengah pandemi covid-19 investasi kontrak berjangka masih diminati oleh investor. Hal ini membuktikan perdagangan berjangka komoditi dapat bertahan pada guncangan ekonomi baik nasional maupun global.

Dari berbagai permasalahan yang ada di sektor keuangan diharapkan pemerintah, Bank Indonesia dan pihak lain yang memegang peranan dalam mengambil kebijakan di sektor keuangan dapat memberikan kebijakan yang lebih strategis. Kebijakan dalam penanganan pandemi virus corona berpengaruh terhadap sektor keuangan. Apabila langkah yang diambil efektif maka kasus penyebaran covid-19 dapat berkurang dan sektor keuangan Indonesia akan mulai membaik.


sumber gambar: images.app


Penulis
Alvina Malinda Febrianty Fu'adi
(Kader forshei 2019)