1. Hawalah
Menurut bahasa, yang dimaksud hawalah adalah al-intiqal dan al-tahwil, artinya memindahkan atau mengalihkan. Menurut Jumhur Ulama, hawalah diartikan sebagai akad yang menghendaki pengalihan hutang dari orang yang berhutang, kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
Akad hawalah diperbolehkan dalam Islam, karena berlandaskan dasar hukum dalil Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 282, dan telah diatur dalam fatwa DSN MUI yaitu NO: 12/DSN-MUI/IV/2000.
Menurut bahasa, yang dimaksud hawalah adalah al-intiqal dan al-tahwil, artinya memindahkan atau mengalihkan. Menurut Jumhur Ulama, hawalah diartikan sebagai akad yang menghendaki pengalihan hutang dari orang yang berhutang, kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
Akad hawalah diperbolehkan dalam Islam, karena berlandaskan dasar hukum dalil Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 282, dan telah diatur dalam fatwa DSN MUI yaitu NO: 12/DSN-MUI/IV/2000.
Rukun dari hiwalah ada 6 diantaranya, sebagai berikut:
1. Pihak pertama (muhil), yaitu orang yang meng-hiwalah-kan (mengalihkan) utang.
2. Pihak kedua (muhal), yaitu orang yang di-hiwalah-kan (orang yang mempunyai utang kepada muhil).
3. Ketiga (muhal ‘alaih), yaitu orang yang menerima al-hiwalah.
4. Muhal bih, yaitu utang muhil kepada muhal, dan utang muhal ‘alaih kepada muhil.
5. Shighat, yaitu ijab qabul.
Contoh sederhananya adalah: Si A (muhal) memberi pinjaman kepada si B (muhil), sedangkan si B masih mempunyai piutang pada si C (muhal ‘alaih). Begitu si B tidak mampu membayar utangnya pada si A, ia mengalihkan beban utang tersebut kepada si C. Dengan demikian, si C yang harus membayar utang si B kepada si A, sedangkan utang si C sebelumnya (yang ada pada si B) dianggap selesai.
2. Kafalah
Kafalah secara etimologi berarti الضمان (jaminan), الØمالة (beban), dan الزعامة (tanggungan). Secara terminologi, sebagaimana yang dinyatakan para ulama fikih selain Hanafi, bahwa kafalah adalah "Menggabungkan dua tanggungan dalam permintaan dan hutang”. Jadi, Kafalah ialah akad yang mengandung kesanggupan seseorang untuk menngganti atau menanggung kewajiban hutang orang lain apabila orang tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional yang menerangkan tentang Kafalah ialah NO: 11/DSN-MUI/IV/2000.
Adapun untuk rukun-rukun kafalah yaitu:
1. Adh-Dhamin (orang yang menjamin)
2. Al-Madhmun lahu (orang yang berpiutang)
3. Al-Madhmun ‘anhu orang yang berhutang)
4. Al-Madhmun (objek jaminan)
5.Sighah (akad/ijab)
3. Wakalah
Secara bahasa wakalah atau wakilah merupakan isim masdhar yang secara etimologi bermakna taukil, yaitu menyerahkan, mewakilkan dan menjaganya. Wakalah merupakan suatu akad dimana pihak pertama menyerahkan wewenang kepada pihak kedua untuk melalukan sesuatu perbuatan hukum yang bisa digantikan atas nama orang lain pada masa hidupnya. Dengan demikian, apabila penyerahan tersebut harus dilakukan setelah orang yang mewakilkan meninggal dunia, seperti wasiat, maka hal tersebut tidak termasuk wakalah.
Dasar hukum wakalah ialah Q.S Al Kahfi ayat 19, sedangkan untuk fatwa DSN MUI ialah NO: 10/DSN-MUI/IV/2000.
Menurut jumhur ulama rukun wakalah ada empat, yaitu:
1.Muwakkil atau orang yang mewakilkan
2. Muwakkkal, atau wakil
3. Muwakkal fih atau perbuatan yang diwakilkan
4. Shighat dan qabul
Ketiga akad diatas seringkali diterapkan di kehidupan sehari-hari, seperti di Lembaga keuangan Syariah baik Lembaga keuangan bank maupun Lembaga keuangan nonbank. Misalnya produk factoring atau anjak piutang dalam perbankan Syariah menggunakan akad hawalah, dan produk bank garansi menggunakan akad kafalah. Contoh penerapan akad wakalah juga dapat diterapkan pada Lembaga keuangan nonbank, misalnya asuransi Syariah.
Sumber:
Anshori Abdul Ghofur. Perbankan Syariah di Indonesia. UGM Press: 2018.
Sumber Gambar: mui.or.id
Penulis :
Tim forshei materi