Sempat Ambrol Pasca Pengumuman PSBB, Saham Perbankan Mulai Meningkat

Pengumuman pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh Anis Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 10 September turut membawa sektor perdagangan perbankan ambruk bersama dengan kesepuluh sektor lainnya. Mengutip katadata.co.id sektor-sektor yang terdampak yakni sektor kesehatan, bahan pangan/makanan/minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar/objek vital, dan kebutuhan sehari-hari. Dilansir dari cnbcindonesia.com, indeks sektor keuangan 5,74% bahkan indeks perbankan Info bank 15 terjatuh lebih parah setelah ambles 5,93%. Hal ini dikarenakan banyak perbankan yang terkoreksi hingga menyentuh level Auto Reject Bawah (ARB).

Diketahui lima dari enam emiten perbankan besar dan likuid yang berada di Bursa Efek Indonesia juga anjlok mendekati level ARB di angka 7%. Tercatat hanya satu emiten yang selamat dari ARB yakni saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang meskipun selamat dari ARB akan tetapi terpaksa masih terkoreksi parah 4,40% ke level harga Rp 29.850/saham. Sedangkan untuk kelima emiten lainnya yaitu saham PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) terkoreksi 6,93%, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) terkoreksi 6,93%, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) terkoreksi 6,87%, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) terkoreksi 6,74%, dan saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) terkoreksi 6,74%.

Ambruknya sektor perbankan turut diwarnai dengan ketidakpastian ekonomi akibat pandemi corona yang berujung meningkatkan tingkat hutang-hutang gagal bayar dan berakhir memperkeruh angka Non-Performing Loan (NPL). Di samping itu, mulai tahun 2020 ini perbankan juga diharuskan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menerapkan standar akuntansi baru PSAK 71 yang mengacu kepada International Financial Reporting Standard (IFRS) 9 dimana standar ini merupakan pengganti dari PSAK sebelumnya yakni PSAK 55. Dalam PSAK baru ini, poin utamanya merujuk pada pencadangan atas penurunan nilai aset keuangan berupa piutang, pinjaman, atau kredit. Dengan demikian, aturan akuntansi ini mengubah metode penghitungan dan penyediaan cadangan untuk kerugian akibat pinjaman yang tak tertagih.

Dilansir dari cnbcindonesia.com, dengan aturan baru ini, emiten harus menyediakan Cadangan Kerugian atas Penurunan Nilai Kredit (CKPN) bagi semua kategori pinjaman, baik yang kredit lancar (performing), ragu-ragu (underperforming), maupun macet (non-performing). Kondisi ini tentu dinilai akan memberikan pencadangan yang lebih besar dari sebelumnya. Selain itu,  PSAK 71, ini diprediksi dapat mempengaruhi laba bank, karena kategori pinjaman yang akan turun dan pencadangan akan naik. Dampak yang terjadi dari PSAK 71 akan semakin berlipat ganda bagi bank yang memiliki banyak kredit macet.

Dilansir dari cnbcindonesia.com, jika dipantau menurut valuasi saham-saham perbankan pada bulan September sudah tergolong murah. Apabila menggunakan metode valuasi Price Earning Ratio (PER) maka saham PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) merupakan saham perbankan dengan valuasi diskon karena PERnya berada di angka 5,29 kali. Rule of Thumb PER bisa dikatakan murah apabila berada di bawah angka 10 kali. Apabila menggunakan metode valuasi Price to Book Value (PBV) yang membandingkan nilai buku perusahaan dengan nilai pasarnya maka lagi-lagi BNGA merupakan saham perbankan dengan valuasi termurah yakni di angka 0,47 kali. Rule of Thumb untuk PBV bisa dikatakan murah apabila berada di bawah angka 1 kali.

Sedangkan untuk saham perbankan yang masih terkoreksi paling parah secara tahun berjalan jatuh kepada PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang masih terkoreksi 40,38% secara Year to Date (YTD). Hal ini menunjukkan potensi untung di BBNI cukup besar apabila BBNI sudah berhasil pulih melawan virus corona. Secara valuasi baik menggunakan metode PER maupun PBV juga BBNI masih tergolong murah dengan PER sebesar 9,79 kali dan PBV sebesar 0,79 kali.

Kemudian untuk saham perbankan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) terkoreksi 29,97% secara YTD dan secara valuasi baik menggunakan metode PER maupun PBV BMRI berada dengan PER sebesar 12,19 kali dan PBV sebesar 1,40 kali. Selain itu, untuk saham perbankan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) terkoreksi 27,73% secara YTD dan secara valuasi baik menggunakan metode PER maupun PBV BBRI berada dengan PER sebesar 19,27 kali dan PBV sebesar 2,12 kali. Dan untuk saham perbankan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) terkoreksi 37,97% secara YTD dan secara valuasi baik menggunakan metode PER maupun PBV BBTN berada dengan PER sebesar 9,07 kali dan PBV sebesar 0,81 kali.

Sedangkan untuk saham perbankan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebagai satu-satunya emiten yang selamat dari ARB terkoreksi 11,07% secara YTD dan secara valuasi baik menggunakan metode PER maupun PBV BBCA berada dengan PER sebesar 29,93 kali dan PBV sebesar 4,33 kali.

Dilansir dari cnbcindonesia.com, pada tanggal 26 Oktober 2020 tercatat terdapat tiga emiten yang mengalami kenaikan harga saham yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan kenaikan 4,05%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan kenaikan 1,52% , dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan kenaikan 0,78%. Kenaikan tersebut disebabkan masuknya investor asing ke pasar saham RI dengan beli bersih Rp 175 miliar di pasar reguler.

Data perdagangan mencatat, meskipun ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, indeks acuan pasar saham RI ini terus melaju sampai ditutup di zona hijau. Nilai transaksi perdagangan mencapai Rp 7,1 triliun. Dengan demikian, IHSG sudah naik 4,84% dalam sebulan terakhir, dengan catatan net sell (jual bersih) asing pada periode ini mencapai Rp 428,83 miliar di pasar reguler.

 

Sumber gambar: Market.bisnis.com

PenulisSalsabila Dhiya Alriye