UU HPP merupakan kependekan dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang berangkat dari rancangan yang terlebih dahulu telah disusun. Secara umum, UU HPP berisi mengenai penetapan peraturan baru yang berlaku dalam waktu dekat, sehingga peraturan perpajakan diharap lebih adil untuk masyarakat Indonesia. UU yang terdiri dari sembilan bab itu memiliki enam ruang lingkup pengaturan, yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak Karbon, serta Cukai. Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang atau UU HPP Nomor 7 Tahun 2021 pada tanggal 29 Oktober 2021. Sebelumnya, pemerintah bersama DPR telah mengesahkan UU HPP pada tanggal 7 Oktober 2021.
Baru-baru ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa saat ini upaya penyehatan APBN
menjadi masalah utama dalam keuangan negara. Oleh sebab itu, langkah penyehatan
APBN pun dilakukan secara terukur dan bertahap. Salah satu upaya pemerintah
menstabilkan keuangan negara adalah dengan menyusun ketentuan reformasi
perpajakan melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Sri Mulyani kemudian
memastikan beleid ini berpihak kepada masyarakat dan tidak akan membebani.
Dilansir dari
Republika.co.id, pemerintah menyatakan undang-undang
harmonisasi peraturan perpajakan (UU HPP) berpihak kepada masyarakat. Adapun
aturan ini khususnya ditujukkan bagi kelompok-kelompok yang tidak mampu dan
UMKM. Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan mengatakan bahwa sejak pandemi
Covid-19 pada awal 2020 hingga saat ini APBN bekerja keras dan mengalami
defisit. Adapun kondisi ini memang diizinkan selama masa kedaruratan, tapi tak
bisa selamanya dilakukan. Karena apabila dilakukan dalam rentang waktu yang
lama, maka akan menjadi masalah bagi APBN kedepannya.
APBN juga dihimbau untuk bisa meningkatkan
defisitnya, namun tidak boleh terus-menerus dalam kemudian bisa menimbulkan
krisis ekonomi. Banyak negara yang mengalami hal tersebut. Pemerintah tidak
ingin akibat penanganan Covid-19 kestabilan sosial dan ekonomi APBN menjadi
sumber masalah. Penyehatan
APBN dilakukan secara terukur dan bertahap. Tentu tujuannya masyarakat pulih
dulu, ekonomi kuat lagi dan kemudian APBN menjadi sehat kembali. Maka dari itu,
DPR dengan pemerintah mendesain sebuah reformasi perpajakan yang tertuang dalam
UU HPP.
Dalam postur APBN 2022, pemerintah menganggarkan belanja negara
sebesar Rp 2.714,2 triliun, dengan pendapatan negara Rp 1.846,1 triliun.
Defisit dan pembiayaan anggaran sebesar Rp 868,0 triliun atau 4,85 persen dari
PDB. Belanja yang mencapai Rp 2.750 (triliun) sekitar itu akan terus dijaga
untuk bisa membiayai program penting bagi rakyat, kesehatan, bansos, bantuan
UMKM dan belanja lain.
Pemerintah
berupaya melakukan sosialisasi undang-undang harmonisasi peraturan perpajakan
(UU HPP) ke berbagai wilayah. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat lebih
paham dan mengetahui bahwa UU HPP tidak semata-mata untuk menstabilkan APBN
tetapi juga membantu masyarakat kecil dan UMKM. Adapun UU HPP dibentuk bersama
antara pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, Komisi XI DPR.
Sumber gambar: pixabay
Penulis:
Siti Sofiatus Sa'adah