Cendekiawan yang
menjadi pioner mazhab ini adalah Baqir as-Sadr dan Ali Shariati serta para
cendekiawan dari Iran dan Iraq. Menurut pemikiran As-Sadr bahwa dalam mempelajari ilmu ekonomi
harus dilihat dari dua aspek yaitu aspek philosophy
of economics atau normative economics
dan aspek positive economics. Contoh dari positive economics, yaitu mempelajari teori konsumsi dan permintaan
yang merupakan suatu fenomena umum dan dapat diterima oleh siapapun tanpa
dipengaruhi oleh idiologi. Sedangkan dari aspek phylosophy of economics yang merupakan hasil pemikiran manusia,
maka akan dijumpai bahwa tiap kelompok manusia mempunyai idiologi, cara pandang
yang tidak sama.
Pada sisi lain, mazhab
Baqir As-Sadr juga menolak anggapan bahwa kebutuhan manusia sifatnya tidak
terbatas. Sebab, dalam kebutuhan tertentu misalnya makan dan minum manakala
perut sudah merasa kenyang maka dia sudah merasa puas karena kebutuhannya telah
terpenuhi. Ini sesuai dengan penjelasan dalam konsep law of diminishing marginal utility bahwa semakin banyak barang
dikonsumsi maka pada titik tertentu justru akan menyebabkan tambahan kepuasan
dari setiap tambahan jumlah barang yang dikonsumsi akan semakin berkurang.
Selanjutnya, menurut mazhab Baqir As-Sadr
persoalan pokok yang dihadapi oleh seluruh umat manusia di dunia ini adalah
masalah distribusi kekayaan yang tidak merata. Bagaimana anugerah yang
diberikan Allah SWT kepada seluruh makhluk termasuk manusia ini bisa di
distribusikan secara merata dan proporsional. Menurut mazhab Baqir As-Sadr
untuk mewujudkan hal tersebut maka ada beberapa langkah yang dilakukan yaitu :
1. 1. mengganti istilah ilmu ekonomi dengan
istilah iqtishad yang mengandung arti bahwa selaras, setara, dan seimbang (in between).
2. 2. menyusun dan merekonstruksi ilmu ekonomi
tersendiri yang bersumber dari Al-Qur’an dan Assunnah. Inilah kontribusi dari
mazhab Baqir As-sadr yang cukup signifikan dalam wacana perkembangan ilmu
ekonomi Islam.
Mazhab
Mainstream.
Pemikiran ekonomi Islam
dari mazhab mainstream inilah yang paling banyak memberikan warna dalam wacana
ilmu ekonomi Islam sekarang karena kebanyakan tokoh-tokohnya dari Islamic Development Bank (IDB) yang
memiliki fasilitas dana dan jaringan kerja sama dengan berbagai lembaga
internasional. Tokoh-tokoh mazhab mainstream antara lain adalah M. Umer Chapra,
M. A. Mannan, Nejatullah Siddiqi, Khurshid Ahmad, dan Monzer Kahf.
Menurut mazhab
mainstream bahwa memang secara keseluruhan tidak terjadi kesenjangan antara
jumlah sumber daya ekonomi dengan kebutuhan manusia artinya ada keseimbangan (equilibrium). Namun secara relatif pada
satu waktu tertentu dan pada tempat tertentu tetap akan dijumpai persoalan
kelangkaan tersebut. Jadi sampai disini tidak ada perbedaan antara ekonomi
konvensional dengan ekonomi Islam. Perbedaannya hanya pada mekanisme
menyelesaikan masalah ekonomi yang menurut mazhab mainstream harus merujuk pada
al-Qur’an dan Assunnah. Sedangkan pada pandangan kapitalisme klasik
penyelesaiannya melalui bekerjanya mekanisme pasar, dan sosialisme klasik
melalui sistem perencanaan yang sentralistis. Jadi kesimpulannya bahwa masalah
ekonomi tetap dihadapi oleh manusia di dunia ini. Hal ini juga selaras dengan
firman Allah Swt. :
Artinya :”Dan sungguh
akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar”(al-Baqoroh[2]:155).
Mazhab
Alternatif Kritis.
Berbeda dengan pandangan kedua mazhab sebelumnya,
mazhab alternatif melihat bahwa pemikiran mazhab Baqir as-Sadr berusaha
menggali dan menemukan paradigma ekonomi Islam yang baru dengan meninggalkan
paradigma ekonomi konvensional. Sedangkan mazhab mainstream dianggap merupakan
wajah lain dari pandangan neoklasik dengan menghilangkan unsur bunga dan
menambahkan zakat. Islam sendiri berfungsi sebagai petunjuk, sebagai alat
interpretasi, dan sebagai rahmat ( Islam berfungsi transformatif, liberatif dan emansipatoris).
Mazhab alternatif yang dimotori oleh Prof.
Timjur Kura (Kajur. Ekonomi University of
Southern California), Prof. Jomo dan Prof. Muhammad Arief memberikan
kontribusi melalui analisis kritis tentang ilmu ekonomi bukan hanya pada
pandangan kapitalisme dan sosialisme tetapi juga melakukan kritik terhadap
perkembangan wacana ekonomi Islam. Mereka berpandangan bahwa Islam adalah suatu
pandangan atau ideologi yang kebenarannya mutlak yang berbicara mengenai
ekonomi Islam berarti mengkaji pemikiran manusia tentang ayat-ayat Allah dan
sunnah Nabi dalam aspek ekonomi. Jadi menurut mazhab alternatif ini ekonomi
Islam adalah suatu wacana yang masih bisa diperdebatkan kebenarannya karena
merupakan suatu tafsiran manusia terhadap Al-Qur’an dan Assunnah yang perlu
diuji dan dikaji terus-menerus. Sebenarnya masih ada lagi satu wacana ekonomi
Islam yang juga mulai berkembang di dunia Islam, yaitu pemikiran untuk
menerapkan system mata uang emas sebagai pengganti mata uang kertas. (yang
digerakan oleh Dr. Umar Vadillo dan kelompok aktivis Hisbut Tahrir) sebagaimana
yang terjadi/dipakai pada masa pemerintahan Abbasiyah yakni mata uang dinar dan
dirham (emas dan perak). Namun, pemikiran mereka ini belum bisa dimasukan dalam
suatu mazhab tersendiri karena relatif masih prematur dan belum didukung dengan
landasan teori dan uji empiris dalam konteks modern.
Referensi :
Misbahul
Khoir, Pemikiran dan Mazhab Ekonomi Islam
Kontemporer,(FE_UMSurabaya), 2008
Imammudin
Yuliadi, Ekonomi Islam Sebuah Pengantar,
(Yogyakarta: LPPI,2001),30.
Imammudin Yuliadi, Ekonomi Islam Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: LPPI,2001),34.
Masyhuri, Teori
Ekonomi dalam Islam, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005)
Tim Penulis : Tim Forshei