Baru-baru ini, kebijakan Menkeu Sri Mulyani pastikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% ke 12% bikin banyak orang garuk kepala, terutama para pelaku usaha. Kenaikan pajak berlaku pada 1 Januari 2025 mendatang. Buat para entrepreneur yang udah jungkir balik ngatur cash flow, keputusan ini tentu jadi sorotan. Pertanyaannya, kebijakan ini lebih ke strategi fiskal yang jitu atau malah beban baru buat mereka? Yuk, kita bahas sambil ngopi!
Menurut pemerintah, kenaikan ini adalah bagian dari reformasi perpajakan. Tujuannya, biar pendapatan negara lebih nendang dan bisa dipakai buat ngembangin infrastruktur, pendidikan, atau subsidi. Di atas kertas, sih, ini ide bagus tapi kalau dilihat dari sisi pengusaha kecil, rasanya beban makin berat. Pasalnya, PPN langsung kerasa di harga jual produk atau jasa.
Harga naik apakah konsumen kabur? Oke kita ilustrasikan, Jika PPN naik berarti harga barang atau jasa otomatis ikut naik. Misalnya, kalau sebelumnya produk A dijual Rp 200.000, dengan PPN 11%, konsumen bayar Rp 211.000. Tapi kalau PPN jadi 12%, konsumen bayar Rp 212.000. Mungkin kelihatan kecil, tapi kalau kompetisi ketat dan daya beli konsumen turun, kenaikan harga ini bisa bikin mereka kabur ke penjual lain. Selain itu adanya tekanan cash flow buat pedagang kecil yang hanya ngandelin cash flow harian, penyesuaian harga karena PPN ini bisa menjadi tantangan berat. Belum lagi kalau produknya nggak laku atau konsumen protes soal harga.
Penelitian menunjukkan bahwa beban pajak yang tinggi dapat menghambat investasi dan pertumbuhan bisnis. Misalnya, pengurangan beban pajak pada pembentukan modal dapat merangsang investasi, tetapi efeknya bervariasi tergantung pada apakah kita menargetkan modal kewirausahaan atau non-kewirausahaan. Pajak yang rendah pada pendapatan modal dari tabungan dapat meningkatkan stok modal agregat dan produksi, tetapi juga meningkatkan biaya peluang investasi bisnis
Sebenarnya, kenaikan PPN ini bisa jadi strategi fiskal yang bagus kalau dampaknya benar-benar dirasain semua pihak. Tapi kalau nggak ada perlindungan buat UMKM atau pengusaha kecil, ini lebih ke beban tambahan. Pemerintah perlu ngimbangin dengan kebijakan yang ngasih ruang napas buat pelaku usaha.
Pemerintah dapat memberikan subsidi dan bantuan sosial kepada kelompok Masyarakat yang terdampak oleh kenaikan PPN, melindungi pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mengurangi pajak yang berpengahasilan rendah.
Sehingga adanya PPN 12% bisa menjadi strategi fiskal yang efektif jika diimbangi dengan pengurangan beban administratif dan biaya kepatuhan. Penyederhanaan sistem pajak dan manajemen beban pajak yang efektif di tingkat perusahaan dapat membantu mengurangi dampak negatif pada entrepreneur. Dengan demikian, meskipun PPN 12% bisa menjadi beban baru, ada cara untuk mengelola dan mengoptimalkannya agar tetap mendukung pertumbuhan bisnis
Referensi
https://epaper.mediaindonesia.com/detail/penaikan-tarif-ppn-sebaiknya-ditunda
Kitao, S. (2008). Entrepreneurship, taxation and capital investment. Review of Economic Dynamics, 11, 44-69. https://doi.org/10.1016/J.RED.2007.05.002.
Braunerhjelm, P., Eklund, J., & Thulin, P. (2019). Taxes, the tax administrative burden and the entrepreneurial life cycle. Small Business Economics, 56, 681-694. https://doi.org/10.1007/S11187-019-00195-0.