Bank Indonesia Goes to Village "Ini Uang Baru, Bukan Uang Palsu"

     
 Demak, 25/10 – Forum Studi Hukum Ekonomi Islam (forshei) bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) untuk yang ketiga kalinya mengadakan acara BI goes to Village dengan tema “Ini Uang Baru, Bukan Uang Palsu”, yang berlokasi di Mranggen tepatnya di Balaidesa Candisari, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak. Acara ini dihadiri oleh tim KKN UIN Walisongo Semarang, perangkat desa, dan masyarakat sekitar Candisari. Acara ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat khususnya warga desa Candisari tentang uang baru dan mengantisipasi beredarnya uang palsu, yang kebanyakan dari masyarakat masih meragukan akan uang baru tersebut dalam bertransaksi. Pada acara BI goes to Village ini di isi oleh Bapak Ari Dwi Nugroho selaku perwakilan dari Bank Indonesia.

       Acara dimulai pukul 08.00 WIB dengan membacakan ayat suci al-Qur’an oleh Iik Burhanudin Azhar, kemudian menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dipimpin oleh saudari Marina, dan kemudian dilanjutkan dengan sambutan-sambutan. Sambutan yang pertama disampaikan oleh koordinat posko 04 KKN UIN Walisongo Semarang yang diwakili oleh saudara Lutfi Hakim, sambutan kedua yaitu dari ketua umum forshei saudara Muhammad Firdaus, kemudian sambutan ketiga yaitu dari kepala desa Candisari bapak Suratman yang diwakili oleh bapak Muridno selaku sekertaris desa. Acara selanjutnya yaitu menyaksikan video edukasi dari Bank Indonesia. Kemudian penyampaian materi oleh Bapak Ari Dwi Nugroho sebagai perwakilan dari Bank Indonesia. Beliau mengatakan bahwa akhir-akhir ini banyak sekali terjadi pemalsuan uang dikarenakan pada tahun 2017 ini, Bank Indonesia merilis dan mengeluarkan uang baru mulai dari koin sampai pecahan uang lembaran. Beliau disini juga menuturkan untuk bersama-sama memberantas beredarnya uang palsu, dengan cara membagi ilmu kepada masyarakat bagaimana mengenali uang asli dan bagaimana untuk mendistribusikan uang baru. Untuk mengenali uang rupiah dan uang itu asli ada tiga tahapan. Pertama, menurut UU nomer 7 tahun 2011 pasal 3 tentang mata uang disebutkan bahwa setiap pecahan uang yang ditetepakan oleh Bank Indonesia harus berkoordinasi dengan pemerintah. Kedua, Bank Indonesia dalam mengeluarkan uang baru harus ada beberapa tahapan, yaitu: tahap perencanaan, Bank Indonesia dengan kementerian keuangan bekerjasama tentang perencanaan pengadaan uang baru kemudian disetujui oleh pemerintah, bila pemerintah itu menyetujui kemudian Bank Indonesia baru mencetak. Tahap pengeluaran atau pengenalan lewat media massa ke masyarakat, lewat media sosial dan berbagai media lainnya. Tahap pengedaran, pada tahap ini Bank Indonesia mulai mengedarkan beberapa uang baru dan sudah sah digunakan sebagai barang transaksi dipasaran. Tahap penarikan dan pencabutan uang lama, masa penukaran uang lama dengan uang baru ini berkisar lima tahun di bank biasa dan lima tahun ke Bank Indonesia. Dan tahap terakhir yaitu tahap pemusnahan uang lama, yaitu uang tidak layak beredar harus ditarik dan dibakar. Kemudian, dalam pengedaran uang baru tentu harus dibarengi dengan penerapan unsur pengamanan dan keamanan uang terkait dengan bahan dan percetakan, terdapat tiga tahapan peran sosok untuk mendeteksi uang apakah itu asli atau palsu. Pertama, untuk mengetahui keamanan uang level terbuka, biasanya ini dilakukan masyarakat umum. Kedua, yaitu level 2 biasanya dilakukan oleh pegawai bank, dengan cara menyinari uang dengan sinar ultraviolet dan dengan loop kaca pembesar. Dan yang terakhir yaitu level tertutup, tahapan ini merupakan tahapan tertinggi dan dilakukan oleh aparat penegak hukum. Selain ada tahapan pelaku untuk mendeteksi uang asli, juga ada jumlah jenis unsur pengamanan uang, diantaranya yaitu multicolour latent image, print out atau untuk tuna netra, colour shifting yang bisa dilihat di sebelah kanan bawah, dan juga microtest.

Ketiga, melihat keaslian uang dengan melihatnya dengan mata telanjang apakah warnanya terang dan jelas, dan juga bisa dilihat dengan melihat benang pengaman setiap uang yang ditanam terdapat dalam angka setiap uang. Kejelasan dalam mencetak uang juga memudahkan masyarakat untuk membedakan nominal uang tersebut, bisa dilihat dengan membedakan warna setiap pecahan dan juga dengan gambar yang ada dalam uang tersebut, dan juga meminimalisir uang tersebut diadopsi oleh orang luar negeri. Beredarnya uang palsu bisa disebabkan dalam bertransaksi tidak menyebutkan hal-hal tersebut dan juga bertransaksi ditempat yang mencurigakan, buram atau remang-remang. Maka dari itu, pihak berwajib selalu menghimbau untuk melakukan transaksi ditempat yang terang dan menindak tegas bagi pelaku pemalsu uang. Bank Indonesia menerima penukaran uang rusak setiap hari kamis, dengan persyaratan bahwa 2/3 dari uang itu tidak hilang setengah atau 60 persen di bank-bank umum. Sesuai dengan pasal 22 bahwa Bank Indonesia melayani penukaran uang baik dalam keadaan rusak maupun tidak, pasal 25 bahwa setiap orang dilarang merusak, menjual ataupun membeli nilai setiap uang rupiah yang boleh hanya menukarkannya, pasal 26 ayat 2 bahwa setiap orang dilarang mencetak, menyimpan atau mengedarkan uang palsu, itu sesuai dengan pasal 26 bahwa memalsukan uang dijatuhi hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda 10 milyar, menyimpan uang palsu denda di penjara paling lama 10 tahun, dan denda 10 milyar, mengedarkan uang palsu denda penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal 50 milyar dan pada pasal 35 ayat 1 bahwa merendahkan nilai mata uang rupiah akan dijatuhi hukuman minimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak 1 miliyar. 

Setelah bapak Ari Dwi Nugroho menyampaikan materinya, para audients pun dipersilahkan untuk bertanya terkait materi tadi. Para audients sangat antusias silih berganti bertanya, karena dari pihak Bank Indonesia memberikan reward bagi siapa pun yang bertanya. Setelah hari beranjak siang, kemudian acara ditutup dengan bacaan Hamdallah.