Roadshow KSEI se-Komisariat Semarang 'Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah'

Sabtu, 27/11-Forum Studi Hukum Ekonomi Islam (forshei) UIN Walisongo Semarang mengadakan Roadshow Kajian KSEI se-Komisariat Semarang. Roadshow ini dilaksanakan mulai pukul 16.00-17.45 WIB, dan dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Syariah dan Hukum Kampus III UIN Walisongo Semarang. Roadshow ini dihadiri oleh KSEI se-Komisariat Semarang baik dari KSEI forshei, KSEI UNNES dan KSEI lainnya. Seiring dengan perkembangan praktik bisnis yang memiliki banyak kebutuhan transaksi terhadap objek yang sedang atau akan dibangun sehingga membuat DSN MUI mengeluarkan fatwa terkait hal-hal kontemporer. Untuk roadshow kali ini bertemakan “Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah” merupakan fatwa yang dikeluarkan DSN MUI No.102.

Roadshow dipandu oleh saudari Mita Kurnia Rizki selaku moderator. Materi disampaikan oleh Ibu Nur Huda. Beliau menjelaskan  bahwa IMFD (Ijarah Al-Maushufah Fi Al-Dzimmah) ini bisa disebut dengan sewa yang dipesan. Al-Ijarah Al-Maushufah Fi Al-Dzimmah adalah akad sewa menyewa atas manfaat suatu barang (manfaat ‘ain) dan jasa (‘amal) yang pada saat akad hanya disebutkan sifat-sifat dan spesifikasinya (kuantitas dan kualitas). Badr al Hasan al-Qasimi menjelaskan bahwa akad IMFD bersifat ke depan (forward ijarah), boleh dilakukan dengan syarat dan kriteria objeknya dapat digambarkan secara terukur dan diserahkan pada waktu tertentu sesuai kesepakatan saat akad. Ekonomi Islam berkembang dan akad ini pada zaman Rasulullah SAW belum ada sehingga akad ini sifatnya gairu musamma. Akad IMFD membantu lembaga syariah pada zaman online seperti sekarang ini, sebagian besar masyarakat lebih menyukai sesuatu yang menggunakan online, tanpa harus datang ke sebuah toko atau perusahaan masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan barang yang diinginkan hanya dengan memesan lewat online.

Terdapat banyak perbedaan pendapat dikalangan ulama terkait pembayaran ujrah dalam akad IMFD. Menurut Ulama Malikiyah bahwa ujrah dalam akad IMFD wajib dibayar diawal pada saat akad (majlis akad) agar terhindar dari jual beli piutang dengan piutang. Pandangan Ulama Syafi’iyyah bahwa ujrah dalam akad IMFD wajib dibayar diawal pada saat akad sebagaimana wajibnya membayar harga dalam akad jual beli salam. Pendapat Ulama Hanabilah mremiliki dua pendapat terkait waktu pembayaran ujrah dalam akad IMFD, yang pertama ujrah boleh dibayar diakhir akad sebagaimana dibolehkan mengakhirkan pembayaran ujrah dalam akad ijarah atas barang atas dasar kesepakatan; yang kedua ujrah harus dibayar dimuka dalam majlis akad sebagaimana harusnya membayar harga diawal dalam jual beli salam. Sehingga ketentuan terkait pembayaran ujrah dapat diambil pertama, bahwa ujrah boleh dalam bentuk uang dan selain uang, kedua, jumlah ujrah dan mekanisme perubahannya harus ditentukan berdasarkan kesepakatan, ketiga, ujrah boleh dibayar secara tunai, tangguh, atau bertahap (angsur) sesuai kesepakatan, dan keempat, ujrah yang dibayar oleh penyewa setelah akad, diakui sebagai milik pemberi sewa.

Terkait ketentuan barang sewa yang pertama, barang sewa yang dideskripsikan harus jelas dan terukur spesifikasinya, kedua, barang sewa yang di deskripsikan boleh belum menjadi milik pemberi sewa pada saat akad dilakukan, ketiga, pemberi sewa harus memiliki kemampuan yang cukup untuk mewujudkan dan menyerahkan barang sewa, kempat, barang sewa di duga kuat dapat diwujudkan dan diserahkan pada waktu yg disepakati, kelima, para pihak harus sepakat terkait waktu serah-terima barang sewa, keenam, apabila barang yang diterima penyewa tidak sesuai dengan kriteria pada saat akad dilakukan, penyewa berhak menolaknya dan meminta ganti sesuai kriteria atau spesifikasi yang disepakati.

Dalam akad IMFD ini digunakan untuk produk Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR)-inden. Secara konvensional dapat dikenal dengan sebutan KPR (Kredit Prmilikan Rumah). Selain PPR ada juga yang menggunakan akad IMFD ini yaitu transport haji dan umrah. Di Indonesia akad IMFD ini belum pernah diterapkan untuk skema pembiayaan proyek yang besar, sedangkan di luar negeri IMFD sudah diterapkan untuk pembiayaan proyek yang membutuhkan dana besar (seperti proyek infrastruktur). Beberapa contoh penerapan akad IMFD untuk pembiayaan proyek infrastruktur adalah proyek pembangunan Doraleh Container Port di Djibouti. Proyek ini melibatkan sindikasi dua sistem perbankan yang berbeda yaitu antara lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional (skema ini sering disebut dengan multi-tranche transaction). Skema pembiayaan syariah yang digunakan dalam proyek tersebut adalah kombinasi antara akad musyarakah, istishna, dan IMFD.

Penyelesaian sengketa di antara para pihak dapat dilakukan melalui musyawarah mufakat. Apabila musyawarah mufakat tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa dilakukan melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada intinya akad (IMFD) sama halnya dengan akad wakalah yang menjadi pelengkap akad murabahah pada dunia perbankan. Maka IMFD muncul sebagai sebuah relasi baru pada dunia ekonomi islam karena akad ini menjadi problem solving  atau pelengkap dari akad Musyrakah Mutanaqishah (MMQ) dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT) yang masih mengalami pro/kontra dalam penerapannya dikalangan masyarakat.

Sampai pada pukul 17.45 roadshow berjalan dengan lancar. Banyak pertanyaan yang dilontarkan terkait akad IMFD. Pertanyaan tidak hanya muncul dari kader KSEI forshei tetapi dilontarkan juga dari KSEI-KSEI lain se-Komisariat Semarang. Setelah tanya jawab, forshei memberi sertifikat kepada Ibu Nur Huda selaku pemateri sebagai kenang-kenangan. Sebelum meninggalkan tempat roadshow, seluruh peserta melakukan foto bersama.