Kunjungan Industri Kreatif di Kampoeng Telo


Sabtu, 02/12 - Forum Studi Hukum Ekonomi Islam (forshei) UIN Walisongo Semarang melakukan kunjungan industri kreatif di kampoeng telo tepatnya di Desa wisata Kandri, Gunung Pati Kabupaten Semarang.  Kunjungan ini diikuti oleh MPF juga kader forshei 2015-2017. Mereka berangkat dari kampus menuju Desa Wisata Kandri pada pukul 09.30 WIB, kunjungan berlangsung dari pukul 10.00-12.30 WIB. Kunjungan yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa berwirausaha pada kader forshei dengan baik dan benar dalam mengelola sumber daya alam yang ada.

Kampung ini disebut kampoeng telo karena banyak petani memroduksi telo dengan kualitas yang bagus. Desa Kandri yang awalnya belum terlihat eksistensinya akhirnya berkembang karena semangat warganya untuk memajukan Desa Kandri. Selain terkenal dengan kampoeng telonya, Desa Wisata Kandri juga terkenal akan batiknya, “pertama kali saya membatik, tidak ada niatan untuk bisa memastikan saya harus mendapatkan keuntungan yang diinginkan, tetapi dengan membantik saya harap desa ini akan berkembang dan maju, juga harus punya keinginan maju dalam produksi batik ini agar menghasilkan keuntungan dengan usaha yang sungguh-sungguh”. Papar Ibu Aini Hayati salah satu pelaku produsen batik. Dapat diperhatikan modal utama yang diperhatikan dalam berwirausaha adalah niat dan memulai dengan keberanian. Ibu Aini mengajarkan jangan pernah berharap pada hasil jika proses yang dilakukan biasa-biasa saja. “Lihatlah prosesnya jangan lihat hasilnya”. Ujar Bapak Sartono selaku produsen makanan dari telo dan wingko singkong. Bapak Sartono mengajarkan kepada kita bahwa agar tetap bersyukur apapun hasilnya, seseorang akan berkembang ketika dalam situasi yang membuatnya berfikir untuk hidup nyaman, “Zona nyaman akan mebuat kita tidak berkembang”. Satu kalimat motivasi Bapak Sartono. Maka sepatutnya kita keluar mencari inspirasi, inovasi baru untuk menghasilkan karya yang luar biasa mumpuni. “Berwirausaha bukan membutuhkan yang ahli tetapi membutuhkan seseorang yang terus menerus berusaha menjadi lebih baik” Ujar Ibu Purwanti selaku produsen kripik peyek kacang. Sebuah usaha tidak diciptakan dalam waktu singkat dan membutuhkan kesabaran dalam menghadapi jatuh bangun perusahaan.

Disini pula kader forshei diajak berlatih bagaimana proses pembuatan hasil produksi di kampoeng telo ini seperti membatik, membuat es dawet telo ungu, membuat peyek kacang, membuat wingko singkong dan masih banyak lagi. Kujungan yang sangat memotivasi dari mulai batik yang diproduksi oleh Ibu Purwanti yang saat ini sudah memiliki omset lumayan, beliau menarget setiap harinya batik laku dipemasaran 2-3 potong kain batik. Setiap potong kain batik memiliki ukuran 2 Meter dengan nilai harga Rp. 150.000. Kripik peyek yang diproduksi Ibu Purwanti tidak dapat dihitung setiap bulannya, tetapi beliau sering mendapat pesanan dari masyarakat untuk dibuatkan peyek produksinya. Dari produksi Bapak Sartono yaitu es dawet telo ungu, sering kita jumpai es dawet berwarna hijau, dengan inovasi es dawet ungu membuat tampilan es dawet lebih menarik. Sehingga banyak orang menyukai es dawet ungu yang bahan bakunya pun dari telo ungu.

Disamping kader forshei berlatih adapula yang masih penasaran dan asyik bertanya kepada narasumber selaku produsen bagaimana cara berwirausaha dengan baik sambil menikmati hidangan makanan tradisional hasil produksi, seperti kripik peyek, wingko telo, es dawet ungu. Tak terasa waktu sudah menunjukan untuk mencukupkan kegiatan kunjungan industri ini. Terakhir kader forshei mengambil foto bersama dengan pelaku produsen kampoeng telo yang berada di Desa Wisata Kandri utuk kenang-kenangan.