Menurut data
dari Kementrian Keuangan (CNN Indonesia, 2018) menyebutkan bahwa per akhir Februari 2018 dana desa baru mengalir sebesar Rp.134,65 miliar atau 2,9 persen dari dana desa yang telah terkumpul di RKUD sebanyak Rp.5,2 triliun. Hal tersebut menggambarkan kurang optimalnya penyaluran dana desa. Di sisi
lain, banyak daerah di pedesaan memiliki potensi untuk dijadikan tempat
pariwisata, baik wisata alam maupun buatan. Dengan adanya pengelolaan dana desa
untuk pariwisata diharapkan nantinya dapat menggerakkan perekonomian masyarakat
setempat dan mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi.
Sumber gambar : ¡Viajando por Bosnia-Herzegovina!
Berdasarkan undang-undang mengenai desa, desa merupakan ujung tombak pembangunan dan meningkatan kesejahteraan masyarakat daerahnya. Dalam mewujudkan pembangunan tersebut pemerintah pusat telah membuat
program dana desa, dimana telah dianggarkan jumlah yang sangat besar untuk desa dalam pembangunan. Pada tahun
2017 Pemerintah Pusat telah menganggarkan dana desa sebanyak Rp. 60 Triliun
yang mana telah meningkat dari tahun 2016 sebanyak Rp.46,98 triliun. Sedangkan
tiap desa rata-rata pada tahun 2017 memperoleh dana sebesar Rp. 800 juta (Kementrian Keuangan Republik Indonesia,
2017).
Hingga akhir tahun 2016 dana desa telah dimanfaatkan untuk 95,2 ribu kilometer
jalan desa; 914 ribu meter jembatan; 22.616 unit sambungan air bersih; 2.201
unit tambatan perahu; 14.957 unit PAUD; 4.004 unit Polindes; 19.485 unit sumur;
3.106 pasar desa; 103.405 unit drainase dan irigasi; 10.964 unit Posyandu; dan
1.338 unit embung.
Akan tetapi hingga awal tahun 2018 dikatakan belum optimal.
Menurut data dari kementerian keuangan menyebutkan bahwa per akhir Februari
2018 dana desa baru mengalir sebesar Rp. 134,65 miliar atau 2,9 persen dari
dana desa yang telah terkumpul di RKUD sebanyak Rp.5,2 triliun. Jumlah dana
desa di RKUD seharusnya dapat disalurkan ke 30.448 desa. Namun baru mampu
disalurkan 1.188 desa. Kendala yang dihadapai diantaranya adanya daerah yang
belum menerbitkan Peraturan Kepala daerah (Perkada) mengenai tata cara pembagian dan penetapan rincian dana per desa. Hal ini menyebabkan dana
desa belum bisa disalurkan dan dimanfaatkan untuk pembangunan desa. Kendala lainnya
yang menghambat jalannya penyaluran dana ialah Pemda masih menunggu beberapa desa
mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Dengan rata-rata penerimaan dana per desa pada tahun 2017 sebesar Rp. 800
juta, sebenarnya apabila dikelola dengan baik, maka dana tersebut tidak hanya
sebatas untuk perbaikan infrastruktur, akan tetapi dana tersebut dapat
diproduktifkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan bahkan mampu
memberikan pendapatan bagi negara melalui pajak. Pengelolaan pariwisata daerah
adalah salah satu cara memproduktifkan dana desa. Apabila suatu desa memiliki
potensi pariwisata maka dengan adanya aliran dana desa, diharapkan mampu
dioptimalkan untuk memperbaiki sarana dan prasarana pendukung pariwisata.
Sehingga mampu mendongkrak perekonomian desa tersebut.
Dana desa merupakan suatu cara pemerintah pusat
untuk memberikan kesempatan kepada
setiap daerah khususnya kawasan pedesaan untuk mengoptimalkan sumber daya yang
tersedia untuk menggerakkan perekonomian lebih baik lagi, melalui perbaikan infrastruktur,
pemberdayaan masyarakat dan lain sebagainya sehingga mampu meningkatkan
kemakmuran masyarakat. Selama ini kita melihat di banyak desa, dana desa
dimanfaatkan sebatas untuk perbaikan jalan, jembatan dan infrastruktur setempat. Hal ini dirasa masih belum optimal
mengingat tingkat pengangguran di pedesaan yang masih tinggi. Menurut data BPS
jumlah pengangguran di Indonesia tahun 2017 mencapai 5,33% atau 7,01 juta
angkatan kerja. Oleh karena itu diperlukan optimalisasi dana desa untuk
mengurangi tingkat pengangguran dan menciptakan kesempatan kerja lebih banyak.
Pemerintah Pusat telah menganggarkan dana desa sebanyak
Rp. 60 Triliun tahun 2017 yang mana telah meningkat dari tahun 2016 sebanyak
Rp.46,98 triliun. Sedangkan tiap desa rata-rata pada tahun 2017 memperoleh dana
sebesar Rp. 800 juta. Hal ini menjadi lebih optimal apabila dana tersebut dapat
dikelola lebih produktif. Salah satunya dengan mengelola wilayah pedesaan yang
berpotensi untuk dijadikan pariwisata. Dengan perkembangan teknologi saat ini,
dan meningkatnya jumlah pengguna sosial media membuat sektor pariwisata menjadi
potensial untuk dikelola. Hal ini terjadi karena adanya budaya selfie
atau swafoto di tempat-tempat yang menarik untuk diabadikan lalu mengunggahnya
di media sosial. Oleh karena itu dengan mengotimalkan potensi tempat wisata di
desa dengan lebih menarik, maka dapat mengundang jumlah wisatawan untuk
berkunjung di desa tersebut, sehingga desa tersebut mampu tergerak
perekonomiannya, melalui persewaan tempat penginapan, industri kreatif,
penjualan makanan souvenir serta manfaat lainnya.
Di Indonesia sendiri jumlah wisatawan dalam
negeri hingga manca negara terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Untuk perkembangan jumlah wisatawan nusantara (wisnus) yang melakukan
perjalanan wisata dalam periode yang sama menunjukkan 103,88 juta orang di
tahun 2001 dan meningkat di tahun 2010 menjadi sejumlah 122,31 juta orang (Yudananto). Hal ini menjadi
peluang untuk desa sebagai pelaku mikro untuk memanfaatkan potensi
pariwisatanya. Selain itu, untuk tahun 2018, pemerintah tengah giat mengintensifkan
program padat karya dari dana desa mulai 2018 mencapai 30 persen. Jika ada Rp
60 triliun alokasi dana desa, maka Rp 18 triliun di antaranya digunakan untuk membiayai
program padat karya (Detik, 2018). Program padat karya adalah program yang memanfaatkan
tenaga kerja manusia dari pada mesin supaya mampu menyerap tenaga kerja lebih
banyak dan mengurangi tingkat pengangguran. Dari program padat karya dana desa,
diharapkan mampu menciptakan 6,6 juta tenaga kerja.
Salah satu bentuk pemberdayaan desa untuk pariwisata yang
telah terealisasi terletak di desa Ponggok Kecamatan Polanharjo, Kabupaten
Klaten, Jawa Tengah. Di desa tersebut terdapat potensi pariwisata berupa mata
air bernama Umbul Ponggok dan wisata buatan bernama Ponggok Ciblon. Sejak tahun
2015 desa Ponggok telah menerima dana desa dan dikelola oleh BUMDes Ponggok
dan pada tahun anggaran 2017 pendapatan
asli desa mencapai Rp. 657 juta serta mampu menggerakkan perekonomian
masyarakat setempat. Dengan pengelolaan dana desa untuk potensi pariwisata,
maka mampu mengatasi dua persoalan sekaligus, yakni masalah optimalisasi dana
desa serta masalah terbatasnya kesempatan kerja.
Oleh : Eva Nurul Anisa
(Kader 2016)
EmoticonEmoticon