Diskusi Angkatan 2017
Salah satu instrument investasi yang
saat ini berkembang adalah sukuk. Sukuk adalah surat berharga yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap asset
SSBN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Surat berharga syariah
yang berisi bukti kepemilikan investor atas Aset SBSN (underlying
asset) yang disewakan. Akad syariah yang digunakan adalah akad
Ijarah Asset to
be Leased, yaitu akad ijarah yang obyek ijarahnya sudah ditentukan
spesifikasinya dan sebagian obyek ijarah sudah ada pada saat akad dilakukan,
tetapi penyerahan keseluruhan obyek ijarah dilakukan pada masa yang akan datang
sesuai kesepakatan.
SSBN
merupakan produk investasi yang di terbitkan oleh pemerintah bagi investor
institusi maupun individu yang aman dan menguntungkan. Karena pembayaran
imbalan dan pokoknya dijamin oleh Negara untuk dibayarkan tepat waktu dan
jumlahnya. Serta bersifat kompetetif dan dapat diperdagankan di pasar sekunder
sehingga tidak saja liquid, tetapi juga memungkinkan diperolehnya capital
gain. Dengan begitu instrument sukuk diharapkan dapat menjadi pintu gerbang
untuk mengembangkan investasI. SBSN Ijarah Asset to be Leased adalah surat
berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti
kepemilikan atas bagian dari aset SBSN yang menjadi obyek ijarah, baik yang
sudah ada maupun akan ada (Fatwa DSN-MUI Nomor 76/2010).
Adapun
akad-akad yang dapat di gunakan dalam sistem sukuk yaitu ijarah, kafalah,
mudharabah, dan wakalah. Agar mendapatkan hasil yang maksimal, sukuk yang telah
dimiliki lebih baik dipegang hingga waktu jatuh tempo tiba. Hal ini di
karenakan jika dilepas sebelum jatuh tempo,
keuntungan yang di peroleh belum seberapa dan akan dikenakan beberapa
biaya.
Diskusi Angkatan 2018
Al Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah akad sewa menyewa antara pemilik dan penyewa untuk
mendapatkan imbalan atas objek sewa yang di sewakannya dengan perpindahan hak
milik objek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa. Hukum melakukan akad IMBT adalah
boleh (mubah). Dasar hukum akad Al Ijarah Muntahiya Bittamlik salah
satunya terdapat pada QS. Az-Zukhruf ayat 32:
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ
ۚ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ
وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا
سُخْرِيًّا ۗ وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
Artinya:
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara
mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan
sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian
mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan.”
Untuk rukun IMBT sama halnya dengan
rukun ijarah, pertama, penyewa (musta’jir) dalam perbankan penyewa adalah nasabah. Kedua, pemilik barang (mu’jir). Ketiga, objek sewa (ma’jur) adalah barang
yang disewakan. Keempat, manfaat sewa (ujrah) adalah manfaat atau imbalan yang diterima oleh mu’jir. Kelima, ijab dan kabul.
Adapun syarat IMBT yaitu, pertama, kerelaan dari pihak yang melaksanakan akad. Kedua, ma’jur memiliki manfaat dan
manfaatnya dibenarkan dalam Islam, dapat dinilai dan diperhitungkan dan manfaat
atas transaksi Al Ijarah Muntahiya Bittamlik harus diberikan oleh musta’jir kepada mu’jir.
Perjanjian untuk melakukan akad Al Ijarah Muntahiya Bittamlik harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani, dalam akad ini
pula hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad. Pihak yang
melakukan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik harus melakukan akad ijarah terlebih
dahulu, karena akad pemindahan kepemilikan baik dengan jual beli atau pemberian
hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai. Perjanjian pemindahan
kepemilikan disepakati pada awal akad yang mana hukumnya tidak mengikat, jika
janji pemindahan kepemilikan ingin dilakukan maka harus ada akad pemindahan
kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai.
Akad Al Ijarah
Muntahiya Bittamlik jika terdapat salah satu pihak yang tidak melaksanakan
kewajibannya atau terdapat sengketa diantara dua pihak maka penyelesaian
sengketa melalui Badan Arbitrasi Syariah jika tidak tercapai kesepakatan dalam
musyawarah.
Akad Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) adalah kerjasama modal antara dua
pihak (Bank dan Nasabah) untuk kepemilikan suatu barang secara bersama, dimana
porsi kepemilikan salah satu pihak atas barang akan berkurang di sebabkan
pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. Hukum menggunakan akad musyarakah
mutanaqishah adalah boleh atau mubah. Dasar hukum musyarakah mutanaqishah salah
satunya terdapat pada QS. Shaad ayat 38:
الصَّالِحَاتِ
وَعَمِلُوا آمَنُوا
الَّذِينَ إِلا بَعْضٍ عَلَى
بَعْضُهُمْ لَيَبْغِي الْخُلَطَاءِ مِنَ كَثِيرًا وَإِنَّ
Artinya: “Dan sesungguhnya kebanyakan dai orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh”.
Dimana kerjasama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak
sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan
ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain, bentuk kerjasama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada
pihak lain. Rukun pembiayaan musyarakah mutanaqishah terdiri dari shigat,
syarik adalah mitra dan hishshah adalah porsi atau bagian syarik.
Akad musyarakah mutanaqishah terdiri
dari akad musyarakah sendiri dan ba’i (jual beli). Hak dan kewajiban para pihak
dalam akad musyarakah mutanaqishah sudah diatur dalam fatwa DSN MUI No. 8 tahun
2000 tentang pembiayaan musyarakan sebagai berikut, pertama, memberikan modal
dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad. Kedua, memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat akad. Ketiga, menanggung kerugian sesuai proporsi modal. Ketentuan pada akad
musyarakah mutanaqishah salah satu syarik (LKS) wajib berjanji menjuak seluruh
hishshahnya secara bertahap kepada pihak kedua (nasabah) dan nasabah wajib
membelinya.
Al
Ijarah al Maushufah fi al Dzimmah (IMFZ) adalah akad sewa menyewa atas
manfaat suatu barang atau jasa yang pada saat akad hanya disebutkan sifat,
kuantitas, dan kualitas. Untuk manfaat atas barang atau jasa menggunakan cara Pemesanan.
Mayoritas ahli fkih berpendapat bahwa akad IMFZ itu
boleh. Akad
Al Ijarah al Maushufah fi al Dzimmah boleh dilakukan dengan mengikuti
fatwa DSN-MUI Nomor 101 Tahun 2016.
Rukun
dan syarat ijarah ada tiga
yaitu pihak-pihak akad (penyewa dan pihak yang menyewakan), shigat dan obyek ijarah (upah
dan jasa). Syarat ijarah yang berkaitan erat dengan pembahasan Al Ijarah al Maushufah fi al Dzimmah adalah syarat yang berkaitan dengan manfaat dan upah,
diantaranya obyek ijarah (baik manfaat ataupun layanan) itu harus tersedia saat
akad, karena tujuan penyewa adalah mendapatkan manfaat barang.
Di Indonesia akad IMFZ ini belum pernah diterapkan untuk
skema pembiayaan proyek yang besar, sedangkan di
luar negeri IMFZ sudah diterapkan untuk pembiayaan
proyek yang membutuhkan dana besar (seperti proyek infrastruktur). Beberapa
contoh penerapan akad IMFZ untuk pembiayaan proyek
infrastruktur adalah proyek pembangunan Doraleh Container Port di Djibouti.
Proyek ini melibatkan sindikasi dua sistem perbankan yang berbeda yaitu antara
lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional (skema ini sering
disebut dengan multi-tranche transaction). Skema pembiayaan syariah yang
digunakan dalam proyek tersebut adalah kombinasi antara akad musyarakah,
istishna, dan IMFZ.
Pada intinya akad IMFZ sama halnya dengan
akad wakalah yang menjadi pelengkap akad murabahah pada dunia perbankan. Maka IMFZ
muncul sebagai sebuah relasi baru pada dunia ekonomi islam karena akad ini
menjadi problem solving atau pelengkap dari
akad musyrakah mutanaqisyah (MMQ) yang masih mengalami pro/kontra dalam penerapannya
dikalangan masyarakat.