Pemberdayaan Komunitas Melalui Program “Desa Cerdas”

            



 
Laju urbanisasi kini kian meningkat kilat dengan adanya iming-iming kehidupan mewah diperkotaan. Masyarakat desa rela meninggalkan daerah asal demi mangadu nasib ke ibukota. Dibuktikan dengan jumlah penduduk di ibukota pada tahun 2013 sebesar 9,9 juta jiwa dan mengalami peningkatan yang signifikan ditahun 2016 sebesar 10,1 juta jiwa.

Dalam hal ini disetiap tahunnya sebesar ± 100 ribu pendatang (masyarakat desa) melakukan urbanisasi. Hal tersebut mengakibatkan berbagai macam masalah karena tidak ada pengendalian di dalamnya. Diantaranya menimbulkan kumuhnya daerah perkotaan, banyak pengangguran, tingkat krimilitas yang tinggi dan lain-lain.

Melalaui permasalahan tersebut penulis mencoba menganalisis permasalahan dari urbanisasi. Bahwasanya  urbanisasi memiliki dampak yang signifikan terhadap PDB di suatu negara. Tiongkok contohnya, setiap 1% masyarakat melakukan urbanisasi maka mendongkrak PDB sebesar 10%. Berbeda dengan Indonesia yang hanya mampu mendongkrak PDB sebesar 4% di setiap 1% melakukan urbanisasi.

Pada dasarnya, urbanisasi berdampak positif bagi suatu negara. Namun Indonesia belum bisa mewujudkan hal tersebut. Masyarakat desa yang melakukan urbanisasi cenderung tidak memiliki skill untuk bersaing di wilayah perkotaan. Perlu adanya pengoptimalan kebijakan demi mengatasi permasalahan urbanisasi.

Di desa, upah yang ditawarkan cenderung rendah. Menjadikan fasilitas pendidikan dan kesehatan tidak mampu berkembang karena keengganan guru dan dokter untuk bekerja di desa. Pemberdayaan serta pengelolaan desa akan sulit digalakkan karena pengetahuan masyarakat desa yang terbatas. Permasalahan lain yang ditimbulkan urbanisasi bagi desa yakni pembangunan infrastruktur dan fasilitas desa terhambat karena minimnya Sumber Daya Manusia (SDM)  yang berkualitas. Dengan demikian, perekonomian desa kian terpuruk.


Pada saat kota mendominasi segala fungsi sosial, ekonomi, pendidikan dan hirarki urban. Ledakan populasi penduduk kota tidak bisa dibendung. Kemacetan menjadi pemandangan yang wajar terjadi. Dampak negatif lain dari urbanisasi yang kian meningkat yakni mengenai lapangan pekerjaan. Mayoritas masyarakat yang datang ke kota tidak mempunyai skill khusus. Alasan mencari penghidupan yang layak di ibukota menjadi bumerang bagi mereka. Pengangguran semakin meningkat karena keterbatasan keahlihan dan minimnya lapangan pekerjaan.


Salah satu kebijakan pemerintah untuk menekan angka urbanisasi yang akan dicanangkan pada tahun 2019 adalah mengucurkan dana ke desa sebesar 1,4 miliar yang disebarkan pada ± 75.000 desa (kemenkeu, 2017). Alokasi dana tersebut lebih besar dari tahun sebelumnya, peningkatannya sekitar 10%. Hal tersebut sudah semestinya memberikan dampak yang signifikan terhadap angka kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, pendapatan, dan ketimpangan desa. Bukti nyata dari pengoptimalan nominal yang mengalir ke desa masih belum tampak, mengapa?


Alasannya, karena tidak adanya tindak lanjut dari pemerintah terhadap pengalokasian dana guna mencapai optimal, meski pemerintah sempat berkoar akan memperbaiki Sumber Daya Manusia (SDM), mulai dari perangkat desa terlebih dahulu. Namun dalam proses itu perangkat desa tidak langsung menggandeng masyarakat desa. Kebijakan ini akhirnya pun mandek.


Pandangan akan inovasi kebijakan guna pemerintah memberikan pendampingan secara nyata dengan turun tangan langsung ke masyarakat dan membaur bersama. Sosok pendamping merupakan akademisi dan praktisi utusan resmi pemerintah guna memantau sekaligus memberikan arahan yang tepat dan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh desa tersebut. Seperti halnya dalam  sektor pangan, pertanian, pariwisata, dan budaya atau pun lainnya. Adapun pola penerapan pendampingan desa sebagai berikut:

Pemerintah  membentuk sebuah komunitas desa melalui perangkat desa yang anggotanya terdiri dari 55% pemuda pemudi dan 45% masyarakat desa. Kemudian mengirim sosok pendamping yang berlatar belakang akademisi dan parktisi yang akan mendampingi komunitas tersebut.


Model pendampingan diawali dengan karantina anggota komunitas ± 1 bulan, kegiatan karantina ini sebagai wujud pelatihan awal pengenalan potensi desa yang akan dikembangkan. Akademisi berperan sebagai mentor, sedangkan praktisi bertugas sebagai pengarah dalam parktek lapangan komunitas “Desa Cerdas”. Hal yang menjadi bahan pembahasan adalah  konsep pembangunan desa cerdas wujud upaya mencapai kemajuan desa. Metodenya berupa penjelasan teori  kemudian praktek.


Setelah usai masa karantina, komunitas ini melebur dengan masyarakat desa mulai menjelaskan maksud tujuan dari desa cerdas. Langkah selanjutnya komunitas dan masyarakat desa yang tetap dibawah pengawasan pendamping memfokuskan potensi desa yang akan digarap dan dikembangkan seperti pertanian, perikanan, pariwisata, kerajinan, budaya dan lainnya.


Pemberdayaan potensi tersebut akan menghasilkan sebuah produk unggulan sebagai ciri khas dari desa. Target pemasarannya sendiri tidak hanya di wilayah perdesaan tetapi juga di wilayah perkotaan dengan memanfaatkan integritas teknologi informasi dan komunikasi. Hal itu membuktikan bahwa daya saing perekonomian desa cukup kuat dibandingkan dengan perkotaan.


Maka dari itu desa cerdas berpengaruh terhadap peningkatan kualitas SDM. Dimana program ini menjadi bekal para pelaku urbanisasi yang tidak mempunyai skill dalam mengahadapi tantangan di era globalisasi untuk bersaing di wilayah perkotaan. Keterserapan tenaga kerja melalui program tersebut dapat mengendalikan dan memangkas angka urbanisasi yang menjadi beban pikul negara Indonesia selama ini. Wujud “Desa Cerdas” diharapkan menjadi indikasi kemajuan dan kesejahteraan desa.


Capaian dari inovasi kebijakan pemerintah diatas yakni pertama; meningkatnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan memberikan lapangan pekerjaan bagi para penduduk desa. Kedua; Menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang terwujudnya kemajuan desa, seperti halnya pelatihan, penyuluhan, dan pemberdayaan potensi desa.


Ketiga; menciptakan kesejahteraan, banyaknya lapangan pekerjaan berpengaruh terhadap tingginya penyerapan tenaga kerja dan mengakibatkan pemeratan pendapatan di perdesaan, hal itu membuat masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pokok, sandang dan pangan, sehingga terciptalah kesejahteraan.


Terakhir; kebijakan ini akan berdampak pada tingkat urbanisasi yang semakin rendah, dikarenakan desa telah menjadi desa yang mandiri; mampu mengelola kekayaan alam dan potensi desa, hal tersebut menjadi sebuah jaminan untuk keberlangsungan hidup.


Sumber: www.kaskus.co.id


Penulis

Milhatun Nisa’
Fitriana A S
(Kader forshei 2017)