Mari Menolong Sesama Wadi'ah, Hibah, dan Wakaf


1. Wadi’ah

A. Pengertian
Secara bahasa: wadi'ah (الودعة) berartikan titipan (amanah). Kata Al-wadi'ah berasal dari kata wada'a (wada'a - yada'u - wad'aan) juga membiarkan atau meninggalkan sesuatu. Sehingga secara sederhana wadi'ah adalah sesuatu yang dititipkan. Al wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak kepihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dapat dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.

B. Landasan Hukum Wadi’ah
Qur’an Surah An-Nisa ayat 58 dan Hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi, “Sampaikanlah amanat kepada orang yang memberi amanat kepada-Mu, dan janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu” H.R. Abu Daud dan at-Turmudzi.

C. Macam-Macam Wadi’ah
a. Wadiah Yad Amanah
Yaitu wadhi’ah yang asli, tidak terjadi pengubahan esensi akad, titipan yang berlaku sesuai kaidah asal titipan, yakni menjaga amanah. Penerima titipan tidak mempergunakan barang titipan dan tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut. Aplikasinya di perbankan yaitu: safe deposit box.

b. Wadiah Yad Dhamanah
Yaitu wadi’ah dimana penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat kala si pemilik menghendakinya. Wadiah yad dhamanah ini terjadi tahawwul al aqd (perubahan akad) dari akad titipan menjadi akad pinjaman oleh karena titipan tersebut dipergunakan oleh penerima titipan. Dengan demikian, pada skema wadiah yad dhamanah ini berlaku hukum pinjaman qardh (jika barang titipan dihabiskan) atau pinjaman ariyah (jika barang titipan tidak dihabiskan). Aplikasinya di perbankan yaitu: tabungan dan giro tidak berjangka.

2. Hibah
A. Pengertian
Kata hibah berasal dari bahasa Arab dari kata (الهِبَةُ) yang berarti pemberian yang dilakukan seseorang saat dia masih hidup kepada orang lain tanpa imbalan (pemberian cuma-cuma), baik berupa harta atau bukan harta
Dengan demikian pengertian hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang dilakukan ketika masih hidup dan dalam keadaan sehat. Serah terima harta yang diberikan itu dilakukan pada waktu penghibah masih hidup.

B. Landasan Hukum Hibah
Hibah hukumnya boleh, hukum Islam memiliki pandangan yang sama dengan asumsi masyarakat umum selama ini, yaitu hibah atau hadiah dapat diberikan kepada orang lain yang bukan saudara kandung atau suami/istri. Allâh SWT mensyariatkan hibah sebagai upaya mendekatkan hati dan menguatkan tali cinta antara manusia, Rasulullah SAW bersabda:
“Saling memberilah kalian, niscaya kalian saling mencintai” (HR. Al-Bukhâri dalam al-Adâbul Mufrad no. 594. Hadits ini dinilai sahih oleh al-Albâni dalam kitab al-Irwa’, no. 1601).

3. Wakaf
A. Pengertian
Kata wakaf berasal dari bahasa Arab, waqaf yang berarti menahan, berhenti, atau diam. Maksud dari menahan adalah untuk tidak diperjualbelikan, dihadiahkan, atau diwariskan. Menurut istilah syar’i, wakaf adalah suatu ungkapan yang mengandung penahanan harta miliknya kepada orang lain atau lembaga dengan cara menyerahkan suatu benda yang kekal zatnya untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan.

B. Landasan Hukum Wakaf
Pada dasarnya, hukum wakaf adalah sunnah. Hal ini merujuk pada Al-quran surah Al-Hajj ayat 77 dan Ali Imran ayat 92.

C. Macam-Macam Wakaf
a. Wakaf Berdasarkan Peruntukannya
Wakaf Ahli atau disebut juga dengan dzurri atau ’alal aulad adalah bertujuan untuk kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga dan kerabat sendiri. Misalnya harta yang disumbangkan hanya dapat dimanfaatkan oleh keluarga besar demi kebaikan. Maka hal tersebut sudah termasuk wakaf misalnya rumah yang diwakafkan untuk saudara yang tidak punya tempat tinggal.
Wakaf Khairi (kebajikan) adalah wakaf yang dilakukan untuk kepentingan agama atau masyarakat (kebajikan umum). Manfaat dari jenis wakaf ini dapat dirasakan untuk kebaikan umat dalam kepentingan agama. Misalnya, tanah yang disumbangkan untuk membangun prasarana bangunan kesehatan gratis atau area pemakaman.

b. Wakaf Berdasarkan Jenis Hartanya
Berdasarkan jenis hartanya, dilansir dari laman Zakat.or.id, wakaf dibagi ke dalam tiga kelompok. Pertama, benda tidak bergerak atau benda seperti misalnya bangunan. Kedua, benda bergerak selain uang seperti alat perlengkapan usaha yang dapat digunakan setiap hari. Selanjutnya yang ketiga, benda bergerak berupa uang. Istilah wakaf uang belum dikenal di zaman Rasulullah. Wakaf uang baru diterapkan sejak awal abad kedua hijriyah. Imam Az-Zuhri salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al-hadits memfatwakan, dianjurkan dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam.

c. Wakaf berdasarkan Waktunya
Berdasarkan waktunya, ada dua macam wakaf, yaitu:
1.  Muabbad, yaitu yang diberikan untuk selamanya. Hak kepemilikan harta sepenuhnya diserahkan demi kebaikan umat tanpa batas waktu.
2. Mu’aqqot, yaitu yang diberikan dalam jangka waktu tertentu. Biasanya jika wakif masih mempertimbangkan hak ahli waris atau kebutuhan di masa depan harta diberikan dengan hak guna dengan jangka waktu tertentu. Selama jangka waktu yang diberikan benda, tanah, atau uang harus dimanfaatkan untuk mendapat nilai tambah untuk kepentingan sosial.
d. Wakaf Berdasarkan Penggunaan Objeknya
Berdasarkan penggunaan objeknya, wakaf dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
Ubasyir atau dzati adalah obyek wakaf yang bermanfaat bagi pelayanan masyarakat dan bisa digunakan secara langsung, contohnya pondok pesantren, madrasah, dan rumah sakit.
Mistitsmary adalah objek wakaf yang ditujukan untuk penanaman modal dalam produksi barang-barang dan pelayanan yang dibolehkan syara’ dalam bentuk apapun, kemudian hasilnya diwakafkan sesuai keinginan wakif




Sumber gambar: Hukumonline.com

PenulisTim forshei materi