Lembaga Pengelola Wakaf dan Zakat

 

            Lembaga Pengelola Wakaf
Perkembangan wakaf di Indonesia ditandai dengan adanya dukungan dari pemerintah. Salah satunya dengan membentuk undang undang, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41/2004. Pada tahun 2007 dibentuk lembaga pengelola wakaf yang disebut dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI). BWI terbentuk berdasarkan Pasal 47 ayat (1) UU Tentang Wakaf. Tujuan pembentukan BWI untuk memajukan dan meningkatkan perwakafan nasional. BWI bersifat independen dalam pelaksanaan tugasnya. Walaupun begitu, BWI juga membutuhkan elemen pendukung supaya proses kerjanya lebih efektif dan stabil. Tugas pengelola wakaf adalah menjaga harta wakaf agar tetap utuh namun diusahakan dapat dikembangkan untuk memberikan hasil yang maksimal kepada mauquf alaih.

Sumber pembiayaan BWI masih berasal dari alokasi dana Kementrian Agama, hal ini bertentangan dengan sifat BWI yang independen. Dalam pengembangan BWI, masih terdapat kendala dalam praktiknya di pengelolaan wakaf uang. Karena wakaf uang hanya dialokasikan pada Lembaga Keuangan Syariah saja.


Lembaga Pengelola Zakat
Zakat merupakan salah satu kewajiban umat muslim yang tercantum dalam rukun Islam. Zakat berperan penting dan strategis dalam ajaran Islam maupun kesejahteraan umat. Dalam ekonomi Islam, zakat berperan sebagai instrument fiskal untuk distribusi pendapatan dan kekayaan serta tujuan keadilan sosial-ekonomi. Yusuf Qardawi berpendapat, pengelolaan zakat mutlak dilakukan oleh pemerintah melalui suatu lembaga yang khusus memiliki sistem manajemen yang fungsional dan profesional dengan tujuan menghasilkan hasil yang efektif dan optimal.

Latar belakang terbentuknya lembaga pengelola zakat di Indonesia adalah pidato Presiden Soeharto pada malam Isra’ Mi’raj tanggal 22 Oktober 1986 di Istana Negara. Beliau menganjurkan untuk menghimpun zakat secara sistematis dan teroganisasi. Setelah anjuran tersebut, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta membentuk Badan Amil Zakat (BAZ) yang diikuti pembentukan BAZ di beberapa provinsi. Organisasi pengelola zakat yang diakui di Indonesia menurut UU No.23/2011 ada dua, yaitu Badan Amil Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).

BAZNAS merupakan lembaga pengelola zakat secara maksimal dimana tugasnya dibantu oleh Unit Pengumpul Zakat (UPZ). UPZ dibentuk di kecamatan maupun kelurahan untuk membantu BAZNAS dalam mengumpulkan zakat di masyarakat. LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat untuk membantu pengumpulan, distribusi, dan pendayagunaan zakat. Dana yang dikelola organisasi tersebut adalah dana zakat, dana infak atau sedekah, dana wakaf, dan dana pengelola. Sebagai lembaga pengelola dana masyarakat,akuntansi dan manajemen keuangan  BAZNAS dan LAZ harus baik dan dapat menciptakan manfaat bagi organisasi. Selain itu juga harus terbuka terhadap masyarakat, karena masyarakat membutuhkan akuntabilitas dan tranparansi.



Referensi
Hidayat, Rahmat. 2016. Analisis Pengelolaan Zakat di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Kulonprogo ( Manajemen Dakwah, UIN Sunan Kalijaga, 2016).
Dahlan, Rahmat. 2016. Analisis Kelembagaan Badan Wakaf Indonesia, Esensi : Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol.6 No.1.

Sumber gambar: tirto.id

Penulis: Tim forshei materi