Penerimaan PPh dan PPN Ambrol, Indonesia Terancam Alami Resesi Teknikal


Badan Pusat Statistik menyebut bahwa perekonomian Indonesia pada kuartal II 2020 lalu mengalami kontraksi pada angka -5,32%, lebih rendah dari kuartal I yang berada pada 2,97%. Dilansir dari katadata.co.id, hal tersebut dikarenakan kinerja perekonomian yang buruk terutama disebabkan oleh anjloknya konsumsi rumah tangga akibat pembatasan sosial berskala besar untuk mencegah penyebaran pandemi covid-19.

Sri Mulyani mengungkapkan, Kementerian Keuangan kembali mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III tahun ini. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III akan berada di kisaran minus 2,9% hingga minus 1,1%. Dilansir dari kompas.com, dengan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi yang cenderung negatif pada akhir tahun, Sri Mulyani mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi juga akan negatif pada kuartal III dan IV. Jika prediksi tersebut benar-benar terjadi, maka, Indonesia secara resmi jatuh dalam resesi teknikal, yaitu kondisi ketika pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi pada dua kuartal berturut-turut.

Kelesuan ekonomi dapat dilihat dari data penerimaan pajak yang menggambarkan aktivitas ekonomi. Pajak Penghasilan (PPh) dibayarkan atas kegiatan yang menimbulkan tambahan pendapatan, sementara Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hadir dihampir setiap transaksi. Dapat dikatakan bahwa apabila penerimaan pajak macet, maka ekonomi sedang tersendat.

Dilansir dari cnbcindonesia.com, sepanjang Januari-Agustus 2020, penerimaan PPh non-migas tercatat Rp 655,3 triliun atau anjlok 14,1% dibandingkan periode yang sama pada 2019. Periode tersebut memburuk dibandingkan Januari-Juli yang turun 13,5%. Jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya tentu saja kondisi ini jauh memburuk ketimbang Januari-Agustus yang masih bisa tumbuh 0,81%. Pada Agustus, penerimaan PPh Badan terkontraksi -49,14% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year), keadaan ini memburuk ketimbang Juli yang terkontraksi -45,55%.

Mengutip dokumen Analisis Hasil Survei Dampak Covid-19 terhadap Pelaku Usaha keluaran Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 82,85% dari responden yang berjumlah 34.559 unit usaha mengaku mengalami penurunan pendapatan. Kondisi ini terlihat dari penerimaan PPN yang anjlok. PPN menggambarkan transaksi di perekonomian. Ketika setoran PPN berkurang, maka menandai aktivitas transaksi atau jual-beli sedang lesu. Pada Januari-Agustus 2020, penerimaan PPN untuk Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) adalah Rp 255,4 triliun. Turun 11,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Dilansir dari cnbcindonesia.com, rumah tangga sedang menahan belanja selama pandemi. Bank Indonesia (BI) dalam Survei Konsumen mencatat, per Agustus 2020 konsumen Indonesia mengalokasikan 67,35% pendapatan untuk konsumsi. Memang masih dominan, tetapi angka tersebut adalah yang terendah sejak Januari 2019. Lebih mengerikan lagi, adalah masyarakat kelas menengah yang mengurangi konsumsi. Porsi pendapatan yang dialokasikan untuk konsumsi di kelompok masyarakat dengan pengeluaran Rp 4,1-5 juta per bulan (yang masuk kategori kelas menengah) pada Agustus 2020 adalah 64,82%. Angka ini di bawah kelompok pendapatan lainnya sekaligus menjadi yang terendah sejak Januari 2019.

Penerimaan PPh dan PPN yang ambrol memberi gambaran bahwa dunia usaha dan rumah tangga belum ekspansif membuat Sri Mulyani akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa Indonesia akan mengalami resesi pada kuartal III dan IV.

Sumber gambar: inibaru.id

Penulis
 Salsabila Dhiya Alriye

(Kader forshei 2019)