Presidensi G20 adalah posisi dimana sebuah negara menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan G20. Untuk tahun 2022, Indonesia terpilih dan tengah mempersiapkan penyelenggaraan forum yang berlangsung sejak 1 Desember 2021. Secara umum, G20 menjadi representasi perekonomian dunia dan memiliki posisi strategis. Negara-negara yang tergabung di G20 ini menguasai 85% PDB dunia, 80% investasi global, 75% perdagangan dunia dan 66% populasi dunia. Sejak awal terbentuknya G20, Indonesia telah menjadi anggota pertemuan Forum pada 1999. Kemudian pada 2008, Presiden Indonesia untuk pertama kalinya diundang dalam KTT G20 di Amerika Serikat dan kini ditetapkan sebagai Presidensi G20 Tahun 2022.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengusulkan peraturan pajak berbasis gender atau gender tax dalam Finance Central Bank Deputies (FCBD) Meetings, rangkaian presidensi G20 Indonesia 2022. Sebelumnya, aturan mengenai pemberlakuan sistem perpajakan gender telah diusulkan Indonesia dalam pertemuan tahunan negara-negara G20 di Bali. Gender tax merupakan pajak yang diberlakukan untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dalam proses pemantauan serta evaluasi dari seluruh aspek kehidupan dan pembangunan. Wempi Saputra sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional menyatakan bahwa isu perpajakan gender disambut baik oleh delegasi dan anggota G20, sehingga pembahasan ini akan dibedah di level working group atau kelompok kerja masing-masing agenda Presidensi G20 yang akan berlangsung pada Februari 2022.
Sistem perpajakan ini diklaim akan menguntungkan, khususnya bagi kaum wanita. Keuntungan yang dimaksud adalah wanita dapat terjun ke pasar ketenagakerjaan dengan mendapat berbagai fasilitas yang disediakan dari perpajakan. Tidak hanya itu, salah satu contoh teknis keuntungan yang bisa diambil dari sistem perpajakan gender ini adalah maternity leave atau cuti kelahiran bagi wanita. Selain itu, gender tax dinilai akan menguntungkan bagi wanita yang akan terjun ke labour market serta pasar tenaga kerja yang berpotensi diberikan berbagai fasilitas perpajakan. Gender tax juga akan lebih mampu dalam merinci mengenai maternity leave sehingga hal ini memberikan afirmasi tersendiri bagi pekerja wanita.
Sumber gambar: The Jakarta Post
Penulis:
Siti Sofiatus Sa'adah