Financial Technology (Fintech)

 

Senin, 12/03-Forum Studi Hukum Ekonomi Islam (forshei) UIN Walisongo Semarang kembali mengadakan kegiatan rutin yaitu diskusi  primer setelah liburan semester ganjil, diskusi bertempat di gazebo Fakultas Syariah dan Hukum dihadiri oleh kader 2015-2017 dan juga MPF. Diskusi primer yang merupakan salah satu program kerja bidang kajian dan penelitian. Kegiatan ini dilakukan dua kali dalam satu minggu. Diskusi yang bertujuan untuk mempertemukan dan menyatukan pendapat dalam rangka pengambilan kesimpulan dan melatih keberanian mengeluarkan pendapat secara logis. Diskusi kali ini adalah diskusi primer perdana pada semester genap tahun ini yang kedatangan pemateri dari KA forshei, beliau adalah saudara Arif Widodo, S.E.

Diskusi dimulai dengan membaca Surat al-Fathihah. Pada diskusi kali ini  akan membahas tentang Financial Technology”. Islamic Financial Technology, sebagai tantangan atau peluang masa depan ekonomi Islam. Fintech merupakan pemanfaatan teknologi dalam jasa keuangan, kaitannya dengan pembiayaan dan tabungan. Fintech sendiri diatur dalam POJK Nomor 77 dan PBI Nomor 18. Beberapa perusahaan Fintech di Indonesia adalah Investree, pinjam meminjam.com, CekAja, HaloMoney, Doku, Veritrans, Kartuku, dan lain sebagainya. Sedangkan beberapa contoh Fintech di Indonesia yaitu: e-money. Mengapa ada Fintech? Yang pertama, karena lebih hemat, maksudnya biaya operasional perbankan sangat mahal, sehingga dengan adanya Fintech akan lebih menghemat pembiayaan. Kedua, masih banyak daerah yang belum terjamah atau belum bisa mengakses perbankan. Ketiga, syarat pembiayaan di perbankan yang ribet.

Bagaimana hubungan Fintetch dengan Perbankan? Apakah Fintech akan menjadi ancaman bagi Perbankan di Indonesia? Tidak, Fintech akan menjadi partner bagi perbankan. Disini dana yang dihasilkan dari lender (pemodal) tidak mungkin disimpan sendiri oleh Fintech tersebut, tetapi Fintech akan menyimpan dana dari lander tersebut di perbankan. Selain itu, kerjasama yang dilakukan Fintech yaitu pada saat melakukan pembiayaan pada nasabah dengan mengverifikasi kebenaran data nasabah dan kemampuan nasabah dalam mengembalikan pembiayaan.

Dalam Fintech akan melibatkan tiga komponen, yaitu pihak yang kelebihan dana atau pemodal (lender), perusahaan Fintech itu sendiri, dan pihak yang kekurangan dana (borrower). Dimana lender ini akan memasukkan besaran nilai modalnya, dan borrower ini pun akan memasukkan besaran nilai pembiayaan yang diajukan. Namun disini Fintech tidak memberi pembiayaan atau pendanaan sesuai permintaan borrower, Fintech hanya member ¼ dari pembiayaan yang diminta borrower ini, dimaksudkan untuk mengantisipasi jika jumlah lender lebih sedikit dibanding jumlah borrower.

Adapun masterplan OJK Fintech–perbankan tahun 2016 yaitu, pertama, kontributif (terhadap perekonomian) kaitannya dengan pengembangan dan peningkatan UMKM di Indonesia. Kedua, menjaga kestabilan nasional. Ketiga, inklusif dalam artian bisa menjangkau semua kalangan masyarakat. Untuk peran Fintech di Indonesia versi OJK, yang pertama, meningkatkan inklusi masyarakat Indonesia. Kedua, mendorong atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ketiga, mendorong atau meningkatkan UMKM di Indonesi. Keempat, potensi pembiayaan Indonesai yang besar (konsumtif). Kelima, mendorong distribusi pembiayaan. Fintech juga memiliki resiko, yang pertama, kurangnya perlindungan data nasabah. Kedua, dana lebih rawan, bisa terjadi pencucian uang. Ketiga, belum ada laporan yang jelas soal keuangannya untuk OJK ( jumlah UMKM yang sudah sah dibiayai). Kelebihan Fintech yaitu tidak ribet dalam soal nasabah ketika hendak menggunakan jasa keuangan dan lebih mudah.

Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 18.00 WIB. Terdapat beberapa pertanyaan dalam diskusi, sehingga sesi tanya jawab membawa suasana diskusi semakin seru. Namun, pada akhirnya waktu diskusi berakhir. Diskusi ditutup dengan membaca al-Hamdalah. Sebelum meninggalkan tempat diskusi, para kader melakukan tos bersama.