Pemikiran Ekonomi Islam (Ibnu Taimiyah dan Al Maqrizi)



Ibnu Taimiyah memiliki nama lengkap Taqi Al Din Ahmad bin Abd Al Halim. Beliau lahir pada 10 Rabiul Awwal 661 H ( 22 Januari 1263 M) di Harran yaitu sebuah daerah yang terletak di tenggara negeri Syam tepatnya di Pulau Amr antara sungai Tiggris dan Eufrat. Ibnu Taimiyah lahir dari keluarga yang bependidikan tinggi. Beliau belajar agama sedari kecil. Berkat kecerdasannya, pada usia belia beliau sudah mampu menghafal Al-quran dan menamatkan materi tafsir, hadis, fikih, matematika dan filsafat serta menjadi murid terbaik di antara teman-temannya. Semakin beranjak dewasa, Ibnu Taimiyah tidak pernah kenyang akan ilmu, maka dari itu pada umur 17 tahun beliau sudah dipercaya oleh gurunya Syamsudin Al Maqdisi untuk mengeluarkan fatwa.

Pemikiran ekonomi Islam Ibnu Taimiyah yaitu harga yang adil, mekanisme pasar, dan regulasi harga. Konsep harga adil menurut Ibnu Taimiyah yaitu nilai harga dimana orang-orang menjual barangnya dan diterima secara umum sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual ataupun barang-barang yang sejenis lainnya di tempat dan waktu tertentu (Taimiyah: 1993: 5832). Adil tidak harus sama, ada dua macam harga yang adil yaitu Iwan Al mitsal (adil sesuai dengan kualitas barang) dan Tsaman Al mitsal (harga sesuai dengan harga pasar). Mekanisme pasar dapat diartikan sebagai cara kerja pasar dalam melakukan transaksinya tercantum dalam kitab Ibnu Taimiyah yaitu Al hisbah fi al Islam. Regulasi harga menurut Ibnu Taimiyah pengaturan terhadap harga-harga barang yang dilakukan oleh pemerintah. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk memelihara kejujuran dan kemungkinan penduduk bisa memenui kebutuhan pokoknya.

Nama lengkap Al Maqrizi adalah Taqiyuddin Al Abbas Ahmad bin Ali Abdil Qadir Al Husaini, Ia lahir di Desa Barjuwan, Kairo pada tahun 766 H (1364 M). Keluarganya berasal dari Maqarizah sebuah desa yang terletak di kota Ba’lakbak. Maqarizah bermakna terpencil dari kota, oleh karena itu Ia cenderung dikenal sebagai Al Maqrizi.

Menurut Al Maqrizi penciptaan mata uang dengan kualitas yang buruk akan melenyapkan mata uang yang berkualitas baik. Hal ini terlihat jelas ketika Ia menguraikan situasi moneter pada tahun 569 H. Pada masa pemerintahan Sultan Shalahuddin Al Ayyubi ini, mata uang yang dicetak mempunyai kualitas yang sangat rendah dibandingkan dengan mata uang yang telah ada diperedaran.

Dalam kasus seperti itu, masyarakat akan lebih memilih untuk menyimpan mata uang yang memiliki kualitas baik dan meleburnya menjadi perhiasan serta melepaskan mata uang yang memiliki kualitas buruk ke dalam peredaran. Akibatnya, mata uang lama akan keluar dari peredaran.